WahanaNews.co, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyambut baik penegasan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa orang tua kandung yang mengambil anak secara paksa tanpa hak atau izin dapat dikenai pidana.
“Kami menyambut baik putusan MK terkait tafsir Pasal 330 KUHP berkaitan hak mengasuh anak,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar dalam jawaban tertulisnya dikutip ANTARA di Jakarta, Jumat (27/9/2024).
Baca Juga:
Sidang Sengketa Pileg Bakal Dipercepat MK, Agar Tak Hambat Pelantikan
Pihaknya berharap penjelasan dalam Putusan MK dapat mendukung tujuan pengasuhan dalam memastikan pemenuhan kebutuhan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik anak.
Dengan Putusan MK tersebut, pihaknya juga berharap kepastian pengasuhan yang layak bagi setiap anak dapat diperoleh dan diwujudkan dalam fase tumbuh kembang anak.
Diberitakan sebelumnya, lima orang ibu mengajukan uji materi Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum. Aelyn Hakim, Shelvia, Nur, Angelia Susanto, dan Roshan Kaish Sadaranggani mempersoalkan frasa "barang siapa" dalam Pasal tersebut.
Baca Juga:
Buka-bukaan Eks Hakim MK: Parpol Menentukan Nasib Penyelenggara Pemilu
Pada Kamis (26/9) MK menolak permohonan para pemohon. Namun dalam pertimbangan putusan, MK menegaskan orang tua kandung yang mengambil anak secara paksa tanpa hak atau izin dapat dipidana sebab tindakan tersebut termasuk dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP.
Menurut para pemohon, berdasarkan pengalaman pribadi mereka, frasa “barang siapa” pada pasal dimaksud berpotensi ditafsirkan bahwa ayah atau ibu kandung dari anak tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tuduhan menculik anak kandung sendiri.
Kelima pemohon merupakan ibu yang bercerai dan memiliki hak asuh anak berdasarkan putusan pengadilan. Namun mereka tidak lagi dapat bertemu dengan buah hatinya karena sang ayah diduga membawa kabur anak.