WahanaNews.co, Jakarta - Margarito Kamis, ahli hukum tata negara, menganggap bahwa polemik terkait hak angket dan panitia khusus (pansus) untuk penyelidikan dugaan kecurangan pemilu terlihat aneh.
Menurut Margarito, pihak yang saat ini membahas hal tersebut sebenarnya terikat oleh Undang-undang (UU) nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Baca Juga:
Pakar Hukum Pidana: Terpidana Kasus Vina Bisa Pakai Kesaksian Palsu Jadi Novum
"Jujur saja sebenarnya sih ini menggelikan juga, menggelikannya apa? Ya karena kan orang-orang yang ikut pemilu ini baik Presiden maupun DPR kan duduk pada undang-undang nomor 7 tahun 2017 dan meningkatkan diri pada undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu, kan," ujar Margarito, melansir Inilah.com, Jumat (7/3/2024).
Margarito menyatakan bahwa dalam undang-undang tersebut, terdapat dua jalur yang telah ditetapkan untuk mengungkapkan dugaan kecurangan dalam pemilu, yaitu melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Karena pihak-pihak yang membicarakan hal ini tunduk dan mematuhi undang-undang nomor tujuh tahun 2017 tentang pemilu, maka penyelesaian semua masalah terkait pemilu ada di tangan Bawaslu dan pengadilan Mahkamah Konstitusi. Tidak ada alternatif lain seperti hak angket atau pembentukan panitia khusus (pansus)," ujar Margarito.
Baca Juga:
Pakar Hukum Sebut Hak Angket DPR Tidak Dapat Batalkan Hasil Pemilu
Sebelumnya, Margarito juga sempat mengajukan pertanyaan mengenai kewenangan DPD dalam membentuk panitia khusus (pansus) untuk menginvestigasi dugaan kecurangan pemilu.
Menurut Margarito, kewenangan DPD hanya berkaitan dengan anggaran, yang notabene telah diketahui oleh publik.
"Misalnya kalau mereka memanggil Menteri Keuangan tentu saja ingin mengetahui berapa besar anggaran kan? Padahal anggaran mereka tahu, sudah diketok oleh DPR. Nah, untuk apa di cek?" kata Margarito.