Sementara itu, kriteria yang dipakai oleh Badan Pusat Statistik (BPS) lebih fleksibel. BPS melakukan survei–yang dulu sering dipakai oleh definisi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
“Misalkan saja ada sekitar 14 definisi yang dipakai BPS. Misalkan begini, rumah masih lantai tanah yang memenuhi 9 dari 14 kategori dibilang miskin. Yang kemudian oleh BKKBN yang diterbitkan oleh BPS adalah keluarga prasejahtera dan sejahtera satu, dengan definisi ini maka lebih luas cakupannya. Ukuran yang lain lantai rumah sudah pakai keramik dinilai tidak miskin, tetapi di aspek lain dinilai masih miskin lantaran hanya makan daging setahun sekali, dan beli baju baru tidak setahun sekali, itu juga nilai miskin,” urainya.
Baca Juga:
Putusan MK Beri Kepastian pada Investor, Ekonom Berharap Belanja Modal Meningkat
Selain itu juga dianggap keluarga yang sudah punya sepeda motor itu dianggap tidak miskin, padahal sekarang dia punya motor untuk ojek. Itu juga artinya masih miskin.
Kelompok Riskan Miskin
Kemudian oleh BPS definisi kemiskinan ini diperluas, misalnya Sebut Lukman Hakim Hasan, di Kota Salatiga ada 14 kriteria miskin dikembangkan, supaya cakupan orang miskin banyak.
Baca Juga:
Heboh Kabar 15 Menteri Jokowi Mundur, Sandiaga Ungkap Situasi Sebenarnya
“Kenapa, karena ketika krisis itu kadang-kadang orang kemudian jatuh miskin. Nah, kalau dia jatuh miskin siapa yang kemudian akan menanggungnya, sementara dia tidak masuk definisi yang miskin itu. sehingga yang tercakup dalam bantuan kemiskinan termasuk tidak hanya orang miskin tapi orang yang nyaris miskin ketika dia ada krisis yang masuk dalam kelompok miskin itu juga dibantu,” urainya.
Alasannya, bilang Lukman, Kenapa, karena sekarang data orang miskin itu by name by address. Gunanya, untuk pelayanan dari pemerintah tentang jaminan kesehatan untuk jamkesda.
“Jika kemudian orang miskin nanti ke Puskesmas kan harus by name by address. Jadi orang miskin itu sekarang terdata semuanya. Nah, kalau dia tidak terdata BPJS-Kesehatan maka harus bayar sendiri,” jelas Lukman.