WahanaNews.co | Kepala Sub Direktorat Ekspor pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Vitha Budhi Sulistyo bersaksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng tahun 2021-2022, Senin (28/11/2022).
Vitha dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk membuktikan perbuatan para terdakwa.
Baca Juga:
DPR Duga Ada Oknum yang Melawan Kebijakan Presiden soal Minyak Goreng
Vita mengungkap, soal realisasi jumlah kuota ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunan.
Kata dia, pelaku usaha sebenarnya tidak wajib merealisasikan jumlah kuota ekspor minyak sawit mentah untuk persetujuan ekspor (PE).
"Jadi bukan pelanggaran," kata Vitha di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (28/11/2022).
Baca Juga:
Tersandung Kasus Minyak Goreng, Ini Prestasi Lin Che Wei
Mulanya, majelis hakim mengonfirmasi saksi Vitha soal kewajiban pemenuhan kebutuhan domestik (domestik market obligation/DMO) bagi para pelaku usaha. Di mana kewajiban pemenuhan SMO menjadi salah satu hal yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) terkait ekspor CPO.
Vitha menjelaskan bahwa DMO tidak diatur oleh Kemenkeu. Kewajiban DMO, sambungnya, justru diatur oleh pihak Kementerian Perdagangan (Kemendag). Vitha menjelaskan bahwa Keputusan Menteri Keuangan hanya mengatur soal PE yang sudah diberikan oleh Kemendag.
"Jadi hanya (melihat) PE-nya saja," katanya.
Vitha juga menegaskan bahwa tidak digunakannya fasilitas PE bukanlah pelanggaran. Menurut dia pelaku usaha memiliki hak untuk menggunakan atau tidak fasilitas PE CPO.
"Kami di tim teknis tidak melihat jumlah realisasi atau jumlah kami hanya melihat jumlah kuota yang tersisa di-PE," katanya.
Menanggapi pernyataan saksi, Penasihat Hukum terdakwa Master Parulian Tumanggor, Patra M Zen menilai tak ada perbuatan melawan hukum terkait tidak digunakannya fasilitas Persetujuan Ekspor (PE).
"Bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan terkait klaim penuntut umum yang menyatakan ada satu Persetujuan Ekspor yang tidak digunakan," katanya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
Selain itu, sidang ini juga mengungkapkan ihwal distribusi minyak goreng dari pihak Wilmar Group melalui PT Sari Agro Tama Persada (SATP) kepada PT Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart).
Manager Merchandising PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk Djuwita mengaku bahwa pihaknya melakukan pesanan pembelian atau Purchase Order (PO) minyak goreng ke PT SATP.
Setelah PO dipenuhi, minyak goreng tersebut ditempatkan terlebih dahulu di gudang (distribution center/DC) milik Alfaria. Setelah itu, baru dikirimkan ke gerai-gerai Alfamart.
"Kami setelah melakukan PO ke distribuutor, distributor akan kirim ke DC kami" katanya.
Di sisi lain, Patra mengaku, Wilmar Group tidak pernah melakukan penjualan langsung kepada PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk dan PT Swalayan Sukses Abadi.
"Sebagaimana fakta persidangan sebelumnya, Wilmar Group melakukan penjualan kepada PT Sari Agro Tama Persada, selaku Distributor D1," ujar Patra.
Diketahui sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
Lima terdakwa tersebut yakni, Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; serta Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei. [sdy]