Perolehan suara besar ini juga pantas diperoleh oleh PDIP karena partai ini dengan tokohnya seperti Megawati adalah korban dari represi yang dilakukan oleh Orde Baru.
“Partai politik muncul karena ada momentum. Dan momentum ini tidak bisa direkayasa,” tegas Saiful Mujani.
Baca Juga:
PKS Klaim Tak Sulit jika Mau Koalisi dengan Pemerintahan Prabowo-Gibran
Faktor kedua adalah basis sosiologis. Saiful menjelaskan bahwa ada 42 partai yang berdiri dan mendaftar ke Pemilu.
Jumlah ini tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan Pemilu 1999 di mana yang lolos verifikasi Komisi Pemilihan Umum dan secara resmi ikut Pemilu ada 48 partai.
”Itu record dalam sejarah pemilihan umum Indonesia sejak reformasi. Ini logis, mengingat antusiasme masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik di masa awal reformasi. Saat itu jumlah partai ratusan, tapi yang lolos menurut kriteria yang ditetapkan KPU hanya 48 partai. Dari 48 partai itu, yang mendapatkan suara signifikan, hanya 5 partai politik,” jelas Saiful Mujani.
Baca Juga:
PKS Ogah Jagokan Anies di Pilgub DKI, Ini 3 Alasannya
Dari semua partai tersebut, menurut Saiful, umumnya mereka memiliki basis yang sama. Basis sosial dari partai politik yang juga biasa disebut sebagai partai massa antara lain adalah basis sosial keagamaan, misalnya Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, atau gereja.
Partai yang didirikan dengan basis sosial organisasi keagamaan biasa disebut sebagai partai sosiologis.
Saiful menyatakan bahwa partai yang berasal dari satu organisasi, seperti NU, tidak tunggal. Banyak partai yang lahir dan berafiliasi dengan sentimen keNUan atau pendiri dan tokoh partai-partai tersebut memiliki hubungan khusus dengan NU.