WahanaNews.co | Sejarah mencatat bahwa adanya konflik kekerasan, baik itu perang maupun pertikaian dan pemberontakan, tidak pernah terjadi atas anjuran agama.
Justru, agama kerap dijadikan justifikasi terhadap tindakan-tindakan kekerasan dari masa ke masa, termasuk radikalisme.
Baca Juga:
Satgas Operasi Madago Raya dan Kemenag Sigi Perkuat Sinergi Cegah Radikalisme
Najih Arromadloni, lewat buku Daulah Islamiyah dalam Alquran dan Sunnah, menjelaskan bahwa pelibatan Alquran dan hadits sebagai otoritas sumber utama agama ke dalam konflik akan memiliki intensitas yang sangat keras.
Dalam sejarah panjang perjalanan agama-agama, kekerasan yang “difasilitasi” agama menjadi luar biasa beringasnya.
Konflik antara-Islam dengan Kristen yang dikonstruksikan dalam Perang Salib, misalnya, merupakan peperangan sadis yang sungguh melelahkan dan menghancurkan.
Baca Juga:
Kesbangpol JB Gelar Dialog: Ingin Masyarakat Waspadai Ancaman Terorisme dan Radikalisme
Demikian pula konflik antara antara umat beragama lainnya.
Perseteruan-perseteruan lain yang ditindihkan dengan legitimasi agama juga menunjukkan tingkat kesadisan yang luar biasa.
Kembali kepada penyalahpahaman dan penyalahgunaan ayat dan hadits, Najih Arromadloni mengutip pernyataan Syekh Yusuf Qardhawi yang mengakui adanya fakta mengerikan ini.