Syekh Yusuf bahkan menyebut bahwa salah satu masalah yang muncul di kalangan umat Islam saat ini adalah adanya krisis dalam memahami Alquran dan hadits serta bagaimana berinteraksi dengannya.
Inilah yang dinilai tampak pada sebagian kelompok yang menyuarakan kebangkitan kembali Islam dengan jargon kembali kepada Alquran dan hadits serta bercita-cita mendirikan negara Islam.
Baca Juga:
Satgas Operasi Madago Raya dan Kemenag Sigi Perkuat Sinergi Cegah Radikalisme
Sedangkan dalam penelitian Al-Zastrouw Ngatawi, ditemukan bahwa gerakan Islam radikal sebenarnya merupakan cermin dari adanya komodifikasi dan politisasi agama dalam proses sosial.
Dalam gerakan ini, Islam hanya dijadikan sebagai legitimasi politik, sebab pada hakikatnya gerakan ini tidak memiliki spirit Islam.
Ia hanya merupakan perpanjangan dari kekuatan politik yang mempunyai hasrat untuk berkuasa.
Baca Juga:
Kesbangpol JB Gelar Dialog: Ingin Masyarakat Waspadai Ancaman Terorisme dan Radikalisme
Karenanya, simbol, bahasa, dan tokoh Islam tidak lebih hanya sebagai kedok untuk menutupi permainan politiknya.
Ngatawi menyimpulkan bahwa mereka bukanlah gerakan Islam-radikal fundamentalis yang berjuang demi kepentingan Islam, melainkan gerakan Islam-radikal fundamentalis yang menggunakan agama sebagai kedok untuk kepentingan politik dan ekonomi para aktivisnya.
Jika ditilik dari sudut pandang internal, tumbuh dan berkembangnya kelompok Islam radikal yang merupakan hasil dari gejala politisasi ayat dan hadits atau agama secara umum ini berjalan seiringan dengan dinamika yang terjadi di internal umat Islam.