WahanaNews.co, Jakarta - Ketua Umum kelompok relawan pendukung Jokowi (ProJo), Budi Arie Setiadi, mempertanyakan relevansi penggunaan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Budi Arie menyatakan bahwa perbedaan signifikan dalam perolehan suara antara pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2 Prabowo-Gibran dengan dua pasangan lainnya sangat besar.
Baca Juga:
DPR Tutup Masa Sidang, Gerindra: Tak Ada Hak Angket
Oleh karena itu, menurutnya, kemungkinan kecurangan menjadi tidak mungkin dan sulit untuk dibuktikan jika selisihnya begitu tinggi.
"Hak angket gimana, (kalau) selisih (perolehan suara) 50 juta. Hak angket dari mana? Coba dipikirin, kecurangan dari mana 50 juta loh selisihnya, kalau cuma 10 ribu 20 ribu boleh, selisih 50 juta sehebat apa bisa curang 50 juta. Ya hak angket buat apa?" ujar Budi Arie di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Budi Arie juga menegaskan, hak angket sebenarnya bukan urusan pemerintah, melainkan partai politik.
Baca Juga:
Komisi I DPRD Minta Pj Wali Kota Bekasi Kooperatif dan Transparan
Ia lantas mempertanyakan komitmen partai untuk merealisasikan hak angket itu.
"Bukan soal dihindari, partai mau enggak? Hak angket bukan urusan pemerintah, tapi partai. Kan DPR, partai, partainya mau enggak?" tegasnya.
Budi Arie juga menyatakan bahwa tujuan pelaksanaan hak angket haruslah jelas dan terdefinisi dengan baik. Hingga saat ini, belum ada tindakan berarti yang dilakukan untuk mewujudkan hak angket DPR RI.
Walaupun demikian, ada empat partai politik yang tetap mendorong penggunaan hak angket, yakni PDI-P, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Nasdem.
Saling Tunggu
Rencana untuk menggunakan hak angket DPR RI guna menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 tampaknya tidak mengalami kemajuan yang signifikan.
Meskipun calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo, telah mengajukan dorongan tersebut pada 19 Februari 2024, namun tidak ada tindakan yang mencolok dari PDI-P maupun tiga partai politik (parpol) pendukung capres nomor urut 1 Anies Baswedan.
Usulan agar DPR RI menggunakan hak angket sebelumnya telah diungkapkan dalam rapat paripurna DPR RI pada Selasa (5/3/2024) oleh anggota politik dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan PDI-P.
Bahkan, empat hari yang lalu, calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD, menegaskan bahwa wacana ini bukanlah sekadar omong kosong.
Ia menyatakan bahwa naskah akademik mengenai hak angket sudah disusun, dengan isi yang melibatkan lebih dari 75 halaman.
“Saya membaca bahwa rancangan angket itu serius dan sudah jadi. Saya sudah pegang naskah akademiknya tebal sekali,” ujar Mahfud, melansir Kompas.com, Kamis (14/3/2024).
Namun, perkembangan terkini menunjukkan bahwa upaya untuk menerapkan hak angket kemungkinan akan berjalan dengan lambat.
Hal ini muncul setelah Mahfud kembali menyatakan bahwa Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, tidak bersedia tergesa-gesa mengambil langkah politik tersebut.
Mahfud menjelaskan bahwa Megawati masih mempertimbangkan konsekuensi dari memberikan dukungan terhadap hak angket, khususnya dalam dinamika politik yang mungkin terjadi setelah pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober 2024.
“Iya melihat perkembangan, karena Bu Mega itu jauh pikirannya masalah ini belum akan terselesaikan hanya dengan hak angket atau MK (Mahkamah Konstitusi)," katanya, mengutip Kompas, Kamis (14/3/2024).
Statement Mahfud itu juga diperkuat oleh pernyataan politikus PDI-P Andreas Hugo Pereira.
Ia mengatakan, pihaknya tak mau terburu-buru karena tengah mempersiapkan berbagai dokumen untuk memperkuat data jika nantinya hak angket digunakan.
“Ini harus diikuti dengan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan materi yang akan diangketkan, yang akan dimasukkan sebagai bagian dari hak angket tersebut, juga tentu konsekuensi-konsekuensinya,” ucap Hugo dalam Program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Selasa (12/3/2024).
Di sisi lain, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Huda menegaskan pihaknya tetap menunggu sikap konkret dari Fraksi PDI-P DPR RI.
Pasalnya, sampai saat ini Fraksi PDI-P belum menyampaikan sikap resminya apakah bakal menggulirkan hak angket atau tidak.
Bagi Huda, tiga parpol di Koalisi Perubahan tetap membutuhkan PDI-P untuk membangun kekuatan politik di parlemen dalam pengajuan hak angket.
Ia tak ingin hak angket hanya memenuhi syarat untuk dibawa pada rapat paripurna. Tapi, juga harus bisa memenuhi syarat untuk disetujui pada forum tersebut.
Ia menegaskan, yang sangat diperlukan saat ini adalah komunikasi antara PDI-P dengan tiga fraksi parpol Koalisi Perubahan untuk menyamakan persepsi dan tujuan soal hak angket tersebut.
“Jadi tahap pertama ini yang paling penting adalah komunikasi politik dulu memastikan terjadi kesepahaman, kesepakatan untuk mengusung, mendorong hak angket, dengan pasangan 03,” paparnya.
Perjanjian Tertulis
Anggota Komisi III DPR, yang juga merupakan politikus Nasdem, Ahmad Ali, menuduh beberapa partai yang menginginkan hak angket tidak menunjukkan keseriusan yang sebenarnya.
Hal ini karena hingga saat ini, tidak ada tindakan konkret yang diambil terkait wacana tersebut.
Ali bahkan mengkritik keinginan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Hermawi Taslim, yang ingin membuat perjanjian tertulis dengan PDI-P terkait komitmen terhadap hak angket.
Menurutnya, langkah tersebut justru mencerminkan adanya keraguan dan kurangnya saling kepercayaan di antara partai-partai tersebut.
“Ini keyakinan tentang satu peristiwa kan, bahwa kebenaran politik itu kan tidak mutlak. Jadi kemudian kalau saling menyandera artinya tidak ada partai yang serius untuk itu,” ujarnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]