WahanaNews.co, Jakarta - Pertanyaan publik mengenai keterlibatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo akhirnya mendapat jawaban.
Keraguan publik terhadap peran Ketua KPK Firli Bahuri sebenarnya sudah muncul sejak bulan Agustus yang lalu.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih jadi Ketua KPK Periode 2024-2029
Pada waktu itu, tersebar surat yang diterbitkan oleh Subdit V Tipidkor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, yang tanggalnya 25 Agustus 2023.
Surat tersebut ditujukan kepada sopir Syahrul atau SYL. Isinya mencantumkan bahwa sedang ada penyelidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK dalam penanganan kasus di Kementerian Pertanian pada tahun 2021.
Tidak lama setelah itu, Syahrul didapati secara diam-diam datang ke Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Kamis (5/10/2023).
Baca Juga:
Ketua KPK Nawawi Anggap KPK Seperti Bayi yang Tak Diinginkan untuk Lahir
Melansir Kompas.com, kehadiran Syahrul diduga terkait dengan laporan terhadap pimpinan KPK terkait dugaan pemerasan dalam penanganan kasus korupsi di lingkungan Kementan.
Ternyata, pada hari itu juga, Syahrul sudah menjalani pemeriksaan sebanyak tiga kali oleh Polda Metro Jaya terkait dugaan pemerasan yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK.
Adapun penanganan dugaan pemerasan oleh Firli ini tak lama setelah KPK mengungkap penyelidikan sejumlah kasus dugaan korupsi di Kementan pada medio Juni lalu.
SYL diduga melakukan penyalahgunaan laporan pertanggungjawaban, suap-menyuap, gratifikasi, dan penggabungan beberapa perkara.
Saat itu, Syahrul masih menjabat sebagai Menteri Pertanian. Tak lama kasusnya mencuatm Syahrul mundur dari kursi Mentan Kabinet Indonesia Maju.
Ia menyampaikan surat pengunduran diri ke Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno tepat setelah datang ke Polda, Kamis (5/10/2023) sore.
Benar saja, SYL ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Rabu (11/11/2023) bersama dua anak buahnya atas dugaan penerimaan gratifikasi.
Adapun dua anak buah Syahrul tersebut ialah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.
Naik ke Tahap Penyidikan
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menyampaikan, status perkara naik ke tahap penyidikan usai dilakukan gelar perkara pada Jumat, 6 Oktober 2023.
Saat itu, polisi belum mengungkap pimpinan KPK yang dimaksud. Banyak mata sudah tertuju pada Firli saat itu.
Hal ini diperkuat dengan langkah Polda Metro yang menyelidiki pertemuan Firli dan SYL di lapangan badminton. Foto momen pertemuan itu diketahui beredar luas di dunia maya.
Adapun dugaan pemerasan dilaporkan pada 12 Agustus 2023. Sementara, pertemuan Firli dan Syahrul terjadi pada 2 Maret 2022 di tempat terbuka dan disaksikan banyak orang.
Firli membantah tuduhan itu. Ia mengaku bertemu dengan Syahrul di lapangan badminton sebelum KPK memulai penyelidikan dugaan korupsi di Kementan.
Menurut Firli, dugaan rasuah di Kementan baru naik ke tahap penyelidikan sekitar Januari 2023.
Rumah Firli Digeledah
Rumah Firli Bahuri yang terletak di kompleks Perumahan Vila Galaxy, Jaka Setia, Bekasi Selatan, digeledah selama kurang lebih 4,5 jam pada Kamis (26/10/2023).
Tak hanya di Bekasi, polisi juga menggeledah rumah yang diduga juga dihuni Firli di Jalan Kertanegara No. 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Namun, rumah ini disebut tak tercatat dalam dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Belakangan diketahui rumah itu disulap Firli menjadi safe house atau rumah aman dan menjadi tempat bertemu dengan pejabat.
Safe house Firli Bahuri di Jalan Kertanegara itu ternyata disewa oleh Ketua Harian Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Alex Tirta sejak 2020.
Menurut sejumlah sumber, rumah di Jalan Kertanegara diduga menjadi tempat bertemu dengan pejabat, salah satunya SYL.
Firli tercatat dua kali mangkir dari panggilan Polda Metro Jaya soal dugaan pemerasan SYL, yaitu pada Selasa (8/11/2023) dan Selasa (14/11/2023).
Firli sempat menolak diperiksa di Markas Polda (Mapolda) Metro Jaya. Ia sudah dua kali minta pemeriksaan digelar di kantor Badan Reserse Kriminal (Bareskrim).
Firli akhirnya diperiksa di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada Selasa (24/10/2023) dan Senin (20/11/2023).
Pada pemeriksaannya yang terakhir di Bareskrim, Firli kedapatan menutup wajah di depan awak media saat keluar diam-diam dari gedung.
Berstatus Tersangka
Polisi akhirnya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan SYL pada Rabu (22/11/2023) malam.
"Menetapkan Firli Bahuri selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi," ujar Ade, Rabu.
Polisi menyita dokumen penukaran valuta asing (valas) senilai Rp 7,4 miliar sejak Februari 2021 sampai dengan September 2023.
Selain itu, penyidik juga menyita salinan berita acara penggeledahan, berita acara penyitaan, berita acara penitipan temuan barang bukti, dan tanda terima penyitaan.
Sejumlah dokumen yang berisi lembar disposisi pimpinan KPK dengan nomor agenda LD 1231 tanggal 28 April 2021 disita dari rumah dinas SYL.
Kemudian, pakaian, sepatu, ataupun pin yang digunakan oleh SYL saat bertemu Firli di GOR Tanki pada 2 Maret 2022 turut disita penyidik.
Penyidik juga menyita satu eksternal hardisk atau SSD dari penyerahan KPK RI berisi turunan ekstraksi data dari barang bukti elektronik yang telah dilakukan penyitaan oleh KPK RI.
Ikhtisar lengkap LHKPN atas namaFirli pada periode waktu mulai 2019 sampai 2022 juga disita.
Selanjutnya, juga dilakukan penyitaan 21 unit HP dari para saksi, 17 akun e-mail, 4 unit flashdisk, dua unit kendaraan mobil, tiga e-money, dan satu buah remot keyless, satu buah dompet dan voucer Rp 100.000.
Kendati demikian, polisi belum menahan Firli. Belum ada penjelasan secara detail dari kepolisian terkait kelanjutan proses hukum Firli ini.
"Terkait dengan upaya penyidik itu (penahanan) dikaitkan dengan kebutuhan penyidikan. Nanti kami akan update informasi berikutnya," ucap Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Trunoyudo Wisnu Andiko, Rabu.
Firli Bermasalah Sejak Lama
Nama Firli Bahuri tak pernah lepas dari kontroversi sejak sebelum dia menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Firli pernah menjadi sorotan atas dugaan pelanggaran etik, sebelum dia terpilih menjadi salah satu calon pimpinan KPK. Namun, nyatanya dia tetap melaju mulus memimpin KPK.
Ini terlihat saat Firli Bahuri terpilih secara bulat sebagai ketua lembaga antirasuah itu untuk periode 2019-2023 oleh Komisi III DPR pada Jumat (13/9/2019).
Sederet kontroversi itu nyatanya tak berhenti sampai di situ. Firli berkali-kali dilanda isu miring tentang dirinya hingga menjabat jadi Ketua KPK.
Firli juga menjadi salah satu pimpinan KPK yang paling sering dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku ke Dewas KPK. Berikut deretan kontroversinya:
Pelanggaran Etik Berat
Sebelum Firli terpilih sebagai ketua lembaga antirasuah itu, pada 11/9/2019, KPK menyatakan bahwa Firli melakukan pelanggaran berat saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
Bahkan, KPK juga sudah menyurati DPR soal rekam jejak dan status Firli itu. Sayangnya, surat itu seolah dimentahkan oleh DPR.
Penasihat KPK, Muhammad Tsani Annafari, menyatakan, Firli melakukan pelanggaran berat berdasarkan kesimpulan musyawarah Dewan Pertimbangan Pegawai KPK.
Pertama, pertemuan Irjen Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi pada 12 dan 13 Mei 2019.
Padahal, saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB.
Firli tercatat pernah menjadi Kapolda NTB pada 3 Februari 2017 hingga 8 April 2018, sebelum menjadi Deputi Penindakan KPK.
Kedua, Firli melanggar etik saat menjemput langsung seorang saksi yang hendak diperiksa di lobi KPK Pada 8 Agustus 2018.
Ketiga, Firli pernah bertemu petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018. Firli mengaku hadir atas undangan rekannya lalu bertemu dengan seorang ketua umum partai politik.
Diduga Terima Gratifikasi
Firli pernah dituding menerima gratifikasi berupa pembayaran penginapan hotel waktu pindah dari Lombok ke Jakarta selama lebih kurang dua bulan.
Ketua pansel saat itu, Yenti Ganarsih, mengklarifikasi hal tersebut pada Firli yang saat itu masih menjadi salah satu calon pimpinan KPK.
Kendati demikian, ia membantah uang untuk membayar penginapannya itu berasal dari orang lain. Firli menegaskan, istrinya telah membayar Rp 50 juta pada saat check in hotel, lalu membayar lagi pada saat check out Rp 5,1 juta.
"Mohon maaf, saya tidak pernah dibayari orang. Ini adalah contoh kecil memberantas korupsi," kata mantan Deputi Penindakan KPK ini saat tes wawancara dan uji publik di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019).
Ditolak 500 Pegawai
Menurut pegiat antikorupsi Saor Siagian, sedikitnya ada 500 pegawai KPK yang disebut menolak calon pimpinannya dari kepolisian.
"Saya bayangkan saya bisa suarakan ini bukan hanya 200, tapi 500. Barangkali ini pesan kepada pansel apakah dia akan memilih orang yang akan ditolak, ya terserah," ucap Saor ssat itu, Rabu (28/8/2019).
Saor mengatakan, penolakan itu berasal dari penyidik dan pegawai lain yang merasa gelisah karena Firli pernah melanggar kode etik saat Firli menjabat sebagai Direktur Penindakan KPK dan tidak mengakuinya.
"(Gelisah karena) dia sudah berbohong. Dia bilang dia tidak pernah melanggar kode etik, ternyata tidak pernah komisioner bilang seperti itu. Berarti dia sudah bohong," ujar Saor.
Pakai Helikopter Swasta
Pada September 2020, Dewas KPK menyatakan, Firli melanggar kode etik karena telah menyewa dan menggunakan helikopter swasta untuk perjalanan pribadinya ke Palembang dan Baturaden.
Dewas menilai, Firli melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf n dan Pasal 8 Ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Dewas pun memberikan Firli sanksi berupa teguran tertulis. Penggunaan helikopter dinilai telah menunjukkan gaya hidup mewah yang semestinya tidak dilakukan Ketua KPK.
Firli Kirim SMS Blast
Firli Bahuri djuga pernah ilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK oleh Indonesia Memanggil (IM) 57+ institute atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku KPK.
Firli dianggap telah menggunakan fasilitas KPK secara sewenang-wenang untuk kepentingan pribadinya, yang dibiayai oleh anggaran negara.
Rizka Anungnata, Senior Investigator dari Institut IM57+, mengungkapkan bahwa pesan singkat massal (SMS blast) tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan tugas dan tanggung jawab Firli sebagai Ketua KPK.
"Dugaan kami adalah bahwa terlapor telah menggunakan fasilitas KPK dengan sewenang-wenang untuk kepentingan pribadinya, seperti penggunaan pesan SMS blast yang dibiayai oleh anggaran negara," ujar Rizka pada Jumat (11/3/2022).
Pesan tersebut berisi, "manusia sempurna, bukanlah manusia yang tidak pernah berbuat salah, tetapi manusia yang selalu belajar dari kesalahan. Ketua KPK RI."
Selain itu, KPK meluncurkan lagu mars dan himne yang dibuat oleh istri Firli Bahuri, Ardina Safitri. Lagu tersebut mendapatkan penghargaan karena dianggap berkontribusi dalam pemberantasan korupsi.
Namun, peluncuran mars dan himne ini mendapat kritik dari beberapa pihak.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengkritik bahwa lagu tersebut tidak akan meningkatkan kinerja dan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia.
Dia juga mempertanyakan pemilihan istri Firli sebagai pencipta lagu untuk KPK, dengan munculnya dugaan konflik kepentingan dalam pembuatan lagu tersebut.
“Jadi jangan pernah beranggapan karena dirinya adalah Ketua KPK, maka lembaga antirasuah itu menjadi miliknya atau keluarganya,” ujar dia, Kamis (17/2/2022).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]