WahanaNews.co | Naas nian nasib Bakti Thaslim, Direktur PT Mestika Sawit Intijaya.
Kendati sudah melunasi seluruh kreditnya kepada PT Sejahtera Bank Umum sejak 11 Februari 2000, namun hingga detik ini ia belum juga mendapatkan kembali aset yang ia jaminkan, yakni sertifikat hak milik atas tanah dan bangunan di Jalan Ir Haji Juanda, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Baca Juga:
Ketua Pengurus Pusat BPPH Pemuda Pancasila Periode 2014-2019 Meninggal Dunia
“Jangankan kembali, bahkan jejak dari keberadaan sertifikat itu pun tak jelas. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan RI sangat abai, bahkan cenderung lalai, dalam menangani persoalan ini,” kata Wetmen Sinaga SE SH MH, kuasa hukum Bakti Thaslim, dalam keterangannya kepada WahanaNews, Sabtu (16/10/2021).
Ihwal Perkara
Baca Juga:
Arnol Sinaga Apresiasi Imbauan Kapolri Raih Kepercayaan Publik, Singgung Razman Rampas 2 Peluru Polisi
Melalui keterangan tertulisnya, Wetmen memaparkan ihwal perkara yang kini tengah merundung kliennya.
Alkisah, melalui Akta Perjanjian Kredit Nomor 0137/FB/97 tanggal 3 Maret 1997 dan Akta Nomor 06 tanggal 31 Mei 1999, yang dibuat di hadapan notaris Sartono Simbolon SH di Medan, Direktur PT Mestika Sawit Intijaya, Bakti Thaslim, mendapatkan fasilitas kredit dari PT Sejahtera Bank Umum (SBU) dengan jaminan tanah dan bangunan di Jalan Ir Haji Juanda Nomor 33, Medan, sebagaimana tercatat dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 5/Djati.
Kemudian, 11 Februari 2000, Bakti Thaslim melunasi seluruh utang-utangnya kepada PT SBU, sebagaimana amanat Akta Nomor 06 tanggal 31 Mei 1999 tadi.
“Namun, ternyata, sejak dilunasinya kewajiban itu, jaminan berupa SHM Nomor 5/Djati tidak juga diserahkan kepada klien kami,” kata Wetmen.
Menangi Gugatan
Akibatnya, pada 8 Agustus 2002, Bakti Thaslim menggugat PT SBU melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri (PN) Medan, dengan register perkara Nomor: 319/Pdt.G/2002/PN-Mdn tanggal 8 Agustus 2002.
Singkat cerita, setelah melewati semua upaya hukum, gugatan tersebut kini telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) berdasarkan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung (MA) Nomor 323 PK/Pdt/2007.
Inti putusan itu: Menghukum PT Sejahtera Bank Umum atau siapa saja yang menguasainya, agar jangka waktu 8 (delapan) hari sejak putusan ini diucapkan segera menyerahkan/mengembalikan dengan baik kepada Penggugat II selaku pemilih yang sah atas 1 (satu) buah buku Sertifikat Hak Milik No. 5 seluas 1.068 m2, setempat dikenal dengan nama Jalan Insinyur Haji Juanda No. 33 Medan, tercatat atas nama hak Bakti Thaslim/Penggugat II berikut Royanya, apabila perlu dilakukan upaya paksa dengan bantuan alat negara (polisi).
Gagal Eksekusi
Kemudian, 11 Februari 2009, Bakti Thaslim mengajukan proses eksekusi terhadap putusan MA tersebut.
Akan tetapi, proses itu mengalami kegagalan.
Alasannya, pihak PN Medan masih mempertanyakan keberadaan SHM No. 5 eks agunan PT SBU itu kepada Direktur Kekayaan Negara Lain-lain (kini Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain) pada DJKN Kemenkeu RI.
Dalih itu tercatat dalam suratnya bernomor W2.U1-7487/Pdt.04.10/VI/2009 tanggal 11 Juni 2009.
Maka, upaya eksekusi Bakti Thaslim pun dinyatakan gagal akibat DJKN Kemenkeu sama sekali tidak menanggapi surat yang diajukan PN Medan tersebut.
Selanjutnya, sejak tahun 2018, melalui kuasa hukumnya, Wetmen Sinaga, Bakti Thaslim mengirimkan lagi sejumlah surat kepada PN Medan dan DJKN Kemenkeu untuk menindaklanjuti proses eksekusi putusan MA tadi.
Namun, lagi-lagi, surat-surat tersebut sama sekali tak ditanggapi oleh pihak DJKN Kemenkeu.
Mengadu ke Ombudsman RI
Tak ayal, akibat ulah abai DJKN Kemenkeu itu, Bakti Thaslim pun mengadu kepada Ombudsman RI melalui surat bernomor 046/WS-BT/IX/2018 tanggal 21 September 2018.
Ombudsman menyikapi surat pengaduan itu dengan mengirimkan Surat Klarifikasi I kepada DJKN Kemenkeu, tertanggal 25 Oktober 2018.
Tak juga ditanggapi DJKN Kemenkeu, Ombudsman RI kembali mengirimkan Surat Klarifikasi II tertanggal 10 Desember 2018.
Akhirnya, DJKN Kemenkeu pun membalas surat Ombudsman RI itu.
Pada intinya, mereka menjelaskan, Tim Likuidasi tidak menyerahkan SHM No. 5/Djati milik Bakti Thaslim kepada DJKN Kemenkeu.
Mereka juga menyebutkan, SHM No. 5/Djati milik Bakti Thaslim itu dipegang oleh kuasa hukum Tim Likuidasi.
“Pertanyaannya sekarang, masa tugas Tim Likuidasi telah berakhir dan menyerahkan semua penanganan likuidasi berikut aset PT SBU kepada DJKN Kemenkeu, tapi kenapa SHM No. 5/Djati milik klien kami itu tidak ikut diserahkan?” kata Wetmen.
Kemudian, lanjutnya, berdasarkan putusan MA, Bakti Thaslim dinyatakan sudah melunasi seluruh utangnya kepada PT SBU.
“Jadi, sama sekali tak ada dasar hukumnya bagi DJKN Kemenkeu untuk mengatakan bahwa klien kami masih memiliki utang,” tandas Wetmen.
Ombudsman Surati Lagi DJKN
Terkait jawaban itu, Ombudsman RI kembali menyurati DJKN Kemenkeu, tertanggal 7 Januari 2019.
Melalui suratnya itu, Ombudsman RI mempertanyakan soal dasar dari kewenangan kuasa hukum Tim Likuidasi masih memegang SHM No. 5/Djati, alamat kantor kuasa hukum tersebut, juga terkait pernyataan DJKN Kemenkeu yang menyebut Bakti Thaslim masih memiliki utang BLBI.
DJKN Kemenkeu kembali pada sikap abainya dengan tidak menanggapi surat Ombudsman RI tersebut.
Maka, Ombudsman RI pun mengirim lagi Surat Klarifikasi Lanjutan kepada DJKN Kemenkeu, tertanggal 27 Maret 2019.
Lewat surat itu, Ombudsman RI juga meminta DJKN Kemenkeu untuk segera memberikan penjelasan terkait informasi yang menyebutkan adanya pertemuan di Ruang Rapat Gedung Syarifuddin Prawiranegara II pada tanggal 25 Februari 2019.
Menurut informasi yang diperoleh Ombudsman RI, pertemuan itu antara lain membahas pelaksanaan tindak lanjut putusan MA Nomor 323 PK/Pdt/2007 tanggal 8 Januari 2008 terkait SHM No. 5/Djati milik Bakti Thaslim.
Klarifikasi DJKN ke Ombudsman
Akhirnya, melalui surat bernomor S-419/KN.5/2019 tertanggal 17 Mei 2019, pihak DJKN Kemenkeu memberikan klarifikasinya kepada Ombudsman RI.
Intinya, mereka membenarkan soal informasi pertemuan di Ruang Rapat Gedung Syarifuddin Prawiranegara II pada tanggal 25 Februari 2019 tadi.
Lalu, soal keberadaan SHM No. 5/Djati milik Bakti Thaslim, yang merupakan agunan dari kewajiban PT Mestika Sawit Intijaya, DJKN Kemenkeu menjelaskan bahwa sertifikat tersebut masih disimpan oleh Law Firm Hari Raharjo SH dan Associates, kuasa hukum Tim Likuidasi PT SBU, terkait perkara Nomor 319/Pdt.G/2002/PN.MDN antara PT Mestika Sawit Intijaya melawan PT SBU (DL).
Lalu, berdasarkan Akta Pengalihan Hak Atas Tagihan (cessie) Nomor 1903 tanggal 27 Agustus 2007 oleh Notaris Dr Irawan Soerodjo SH Msi, Tim Likuidasi PT SBU telah mengalihkan hak tagih atas nama PT Mestika Sawit Intijaya kepada DJKN Kemenkeu.
Namun, lanjut DJKN Kemenkeu, yang diserahkan kepada pihaknya itu adalah data perjanjian kreditnya, sementara jaminan kredit masih dipegang oleh kuasa hukum Tim Likuidasi, yakni Law Firm Hari Raharjo SH dan Associates.
Pertemuan di Ombudsman
Pada 11 September 2019, dilaksanakan pertemuan di Ombudsman RI yang dihadiri pihak DJKN Kemenkeu, Setjen Kemenkeu, serta Kantor Hukum Wetmen Sinaga dan Rekan selaku kuasa Bakti Thaslim.
Hasilnya, Ombudsman RI dan Kemenkeu menyatakan telah menelusuri keberadaan kuasa hukum Tim Likuidasi di Bumi Daya Plaza, namun ternyata tidak ditemukan.
Kemudian, Kemenkeu akan memastikan keberadaan salinan sertifikat, permintaan pemblokiran SHM No. 5/Djati atas nama Bakti Thaslim, juga soal Tim Likuidasi di KPKNL Medan.
Ombudsman RI pun akan meminta keterangan kepada Peradi terkait alamat dan keberadaan Law Firm Hari Raharjo.
Langkah lanjutnya, pada 5 Desember 2019, bertempat di Kantor Pertanahan Kota Medan, Ombudsman RI meminta keterangan terkait SHM No. 5/Djati.
Kantor Pertanahan Kota Medan kemudian berjanji akan mengirimkan fotokopi Buku Tanah beserta Warkah peralihan hak SHM No.5/Djati atas nama Bakti Thaslim kepada Ombudsman RI, selambat-lambatnya 14 hari sejak pertemuan tersebut.
Klarifikasi Langsung DJKN di Ombudsman
Selanjutnya, pada 10 September 2020, bertempat di Kantor Ombudsman RI, dilakukan klarifikasi langsung kepada jajaran DJKN Kemenkeu, Tim Likuidasi PT SBU, dan Bakti Thaslim selaku pelapor.
Terungkap di sana, salah satu anggota Tim Likuidasi, Suwarno, telah menyerahkan SHM No. 5/Djati milik Bakti Thaslim kepada seseorang bernama John N Palinggi yang mengatasnamakan Law Firm Hari Raharjo dan Associates.
Diduga, penyerahan itu dilakukan sebelum adanya surat kuasa dari Tim Likuidasi kepada Hari Raharjo cs.
Demi menepis dugaan tersebut, Tim Likuidasi berjanji akan mencari bukti yang menyatakan bahwa Hari Raharjo, termasuk John N Palinggi, adalah betul penerima surat kuasa dari pihaknya.
Disebutkan pula, setelah Tim Likuidasi dibubarkan pada tahun 2003, maka tanggung jawab secara kelembagaan berada pada DJKN Kemenkeu.
Cenderung Lalai
Hingga detik ini, masalah keberadaan SHM No. 5/Djati atas nama Bakti Thaslim itu seolah jalan di tempat, tak ada perkembangan yang signifikan.
“Itulah sebabnya kami sudah kembali menyurati pihak Ombudsman RI pada tanggal 17 Maret 2021, lalu pada 31 Mei 2021, terkait tindak lanjut penanganan laporan atau pengaduan kami,” kata Wetmen, mewakili kliennya, Bakti Thaslim.
Pihak DJKN Kemenkeu, lanjutnya, belum juga memberikan kepastian hukum terkait keberadaan SHM No. 5/Djati milik Bakti Thaslim itu, kendati Ombudsman RI telah berkali-kali menyurati dan melakukan sejumlah pertemuan.
Sikap DJKN Kemenkeu yang cenderung lalai tersebut, menurut Wetmen, telah melahirkan banyak kerugian bagi kliennya sebagai pihak yang memiliki hak sah atas SHM No. 5/Djati.
“Bayangkan saja, dari tahun 2000 hingga 2021, artinya 21 tahun, klien kami tak bisa mendapatkan dan memiliki apa yang menjadi haknya. Bahkan, putusan tertinggi dari MA pun seolah dianggap sampah. Luar biasa sekali,” pungkas Wetmen, kesal. [dhn]