“Sedikit masukan juga kepada MK bahwa sesuai dengan tugas yang sudah ada, bahwa MK adalah penguji norma, bukan membentuk (norma),” kata politikus PDI-P itu.
Merespons kritik tersebut, Sekretaris Jenderal MK, Heru Setiawan, menegaskan bahwa putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 telah resmi dibacakan, dan kini pihaknya tinggal menunggu tindak lanjut dari DPR.
Baca Juga:
Singapura Ubah Sampah Jadi Energi dan Pulau, Indonesia Masih Kewalahan
“Putusan MK kan sudah diucapkan, kami tinggal menunggu kewenangan DPR untuk menindaklanjuti. Kami tunggu. Karena DPR juga punya kewenangan,” ujarnya singkat.
Heru enggan mengomentari lebih jauh mengenai kritik terhadap lembaganya maupun soal substansi pemisahan pemilu nasional dan daerah.
Melalui putusan tersebut, MK menetapkan bahwa mulai tahun 2029, pemilu nasional hanya akan mencakup pemilihan presiden/wakil presiden, DPR, dan DPD, sedangkan pemilu untuk DPRD akan dilangsungkan bersamaan dengan Pilkada.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Sambut Kapolres Baru
MK mengusulkan agar pemilu daerah digelar paling cepat dua tahun setelah pemilu nasional, dan paling lambat dua tahun enam bulan setelah pelantikan presiden dan anggota legislatif pusat.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyampaikan bahwa keputusan tersebut diambil karena DPR dan pemerintah belum merevisi UU Pemilu sejak Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019, serta belum tampak adanya reformasi menyeluruh terhadap sistem kepemiluan.
“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” ujar Saldi.