"Terjadi kepemimpinan lebih kurang satu tahun, dan saya tidak ikut-ikut, saya kembali jadi salah satu ketua. Dalam proses kepemimpinan Ali Masykur dan Yenny inilah hasil kudeta terhadap saya," imbuhnya.
Ia mengatakan kepemimpinan Ali dan Yenny saat itu dipandang tidak legitimate oleh KPU lantaran Ali bukan ketua umum resmi.
Baca Juga:
MPR RI Bakal Kaji Ulang Pasal TAP MPR Terkait Soeharto dan Gus Dur
"Bukan Ketum, maka harus ganti Ketum supaya bisa daftar ke KPU, karena harus daftar ke KPU maka yang sah di KPU adalah tanda tangan saya sebagai Ketum dan Yenny Sekjen," katanya.
Menurutnya, saat itu kemudian dicoba untuk mencari titik temu antara kubu Ali Masykur-Yenny dengan Cak Imin agar PKB tetap bisa mendaftar sebagai peserta pemilu. Namun, kata dia, tidak ada titik temu yang didapatkan.
"Karena tidak bisa terjadi (titik temu), kita cari jalan, supaya PKB bisa daftar, jalan yang paling singkat itu apa? Legalitas, legalitas atas kepemimpinan, nah saya ketum tanda tangan sendiri dengan wakil sekjen tidak mungkin, Ali Masykur Wakil ketua umum tanda tangan dengan Sekjen, enggak bisa diterima KPU, dicoba gagal," katanya.
Baca Juga:
Wasekjen PBNU Tuding PKB Dalangi Demo di Kantor PBNU
"Begitu gagal kita cari jalan, satu satunya jalan adalah pengangkatan Yenny sebagai sekjen itu tidak sah, karena Yenny diangkat bukan muktamar, Yenny diangkat sebagai Sekjen di tengah jalan. Pergantian itu lah berkonsekuensi agak ribet segala macam," imbuhnya.
Yenny kemudian digantikan oleh sekjen sebelumnya, yaitu Lukman Edy. Menurutnya, saat itu KPU menerima pendaftaran PKB sebagai peserta pemilu.
Imin lantas menceritakan momen dirinya dipanggil oleh Gus Dur. Saat itu, menurutnya Gus Dur merasa kaget lantaran dirinya mau diberhentikan dengan ikhlas sebagai Ketua Umum PKB.