WahanaNews.co |Pakar Hukum Tata Usaha Negara Feri Amsari mengatakan keputusan penundaan pemilihan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mestinya dinyatakan batal demi hukum.
Soalnya, menurut Feri, putusan tersebut melanggar kewenangan atau kewenangan berdasarkan undang-undang yang seharusnya merupakan ranah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Baca Juga:
Pjs. Bupati Labuhanbatu Utara Saksikan Debat Publik Calon Bupati dan Wakil Bupati
"Kalau mereka melanggar yurisdiksi dan kompetensi peradilan, maka sudah bisa dipastikan ini batal demi hukum," ujar Feri dalam acara diskusi MNC Trijaya, melansir Kompas.com, Minggu (5/2/2023)
Feri mengambil contoh yang dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Misalnya, ada perkara seorang suami digugat cerai oleh istrinya, namun gugatan tersebut dimasukan ke Pengadilan Militer.
Baca Juga:
Evaluasi Kinerja KPU Toba: Pemuda Kecewa, Demokrasi dalam Pertaruhan
"Kemudian (gugatan cerai itu) diputuskan (oleh Pengadilan Militer), sudah pasti tidak akan dipakai itu putusan karena memang bukan yurisdiksinya," imbuh Feri.
"Jadi batal demi hukum itu dianggap nonsense ya dianggap tidak ada," ucap dia.
Meski bisa dipastikan batal demi hukum, Feri mengatakan bahwa upaya banding yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa tetap dilakukan. Banding dilakukan agar tidak ada kekosongan penolakan dari jalur hukum.
"Langkah KPU juga tidak salah untuk Banding agar putusan ini menemukan perbaikannya. Jadi dia tidak kosong dianggap benda tak berguna, perlu jadi catatan perbaikan putusan banding, di mana silapnya anak buahnya di Pengadilan Negeri," imbuh dia.
Keputusan penundaan pilkada bermula saat Partai Prima melapor ke KPU karena merasa dirugikan dalam pendaftaran dan pemeriksaan parpol sebagai calon peserta pemilu 2024.
Pada tahap verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat sehingga tidak dapat melanjutkan tahap verifikasi yang sebenarnya.
Baru-baru ini, Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Zulkifli Atjo, mengatakan putusan gugatan Partai Prima terhadap KPU belum berlaku permanen.
Zulkifli mengatakan, masih banyak ruang bagi pihak tergugat, dalam hal ini KPU, untuk menempuh langkah hukum lebih lanjut seperti banding dan kasasi jika tidak setuju dengan putusan yang ditolak majelis hakim.
"Jadi upayanya itu ada banding, ada kasasi, ini bukan sengketa partai politik ya. Ini adalah sengketa gugatan melawan hukum,” kata Zulkifli saat ditemui di PN Jakarta Pusat, Kamis malam.
“Saya dengar dalam putusan ini KPU sudah menyatakan banding. Tentu kita akan tunggu putusannya apakah Pengadilan Tinggi DKI sependapat dengan PN Jakarta Pusat kita tunggu lagi," ucapnya.
Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membantah adanya penetapan pengadilan yang memerintahkan KPU menunda Pilkada 2024. Zulkifli menuding putusan sidang Prima sebagai hukuman karena gagal menjalankan tahapan sisa Pemilu 2024. [afs/eta]