WAHANANEWS.CO, Jakarta - Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen di Pati bukan hanya memantik gelombang protes warga, tetapi juga membuka kembali borok lama Bupati Pati, Sudewo.
Publik kembali menyoroti keterlibatan nama kader Partai Gerindra itu dalam kasus dugaan suap proyek perkeretaapian yang pernah disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa tahun lalu.
Baca Juga:
Korporasi Besar Sawit Belum Tersentuh, Suap Hakim Rp 60 Miliar Terus Diusut
Kebijakan PBB-P2 yang diklaim untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menuai kecaman keras, terutama karena dinilai memberatkan masyarakat.
Sejumlah warga berencana menggelar demonstrasi besar di depan Kantor Bupati Pati pada Rabu (13/8/2025), dengan jumlah massa yang disebut-sebut bisa mencapai puluhan ribu orang.
Dalam sebuah video yang beredar, Sudewo sempat menyatakan tidak gentar menghadapi 50.000 warga sekalipun.
Baca Juga:
Sumber Dana Rp60 Miliar Terkait Imbalan Vonis Lepas Didalami Kejagung
“Siapa yang akan melakukan penolakan, saya tunggu. Silakan lakukan. Jangan cuma 5.000 orang, 50.000 orang aja suruh ngerahkan, saya tidak akan gentar. Saya tidak akan mengubah keputusan,” ucapnya.
Namun tak lama kemudian, pada Kamis (7/8/2025), Sudewo mengunggah video klarifikasi di akun Instagram pribadinya. Ia meminta maaf dan menegaskan tidak bermaksud menantang rakyat.
“Saya minta maaf yang sebesar-besarnya, atas pernyataan saya, 5.000 silakan, 50.000 ribu massa silakan. Saya tidak menantang rakyat, sama sekali tidak ada maksud untuk menantang rakyat, masak rakyat saya tak tantang,” ujarnya.
Ia juga menyatakan akan meninjau ulang kebijakan PBB-P2 yang memicu kontroversi tersebut, serta mengakui masih memiliki banyak kekurangan selama lima bulan menjabat sebagai Bupati Pati.
Di tengah kegaduhan itu, rekam jejak Sudewo kembali diangkat publik.
Ia pernah terseret dalam penyidikan kasus dugaan suap pengadaan barang-jasa pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan untuk proyek-proyek di Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, hingga Sumatra Selatan pada periode 2018-2022.
Kasus tersebut terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (11/4/2023) yang menjerat 10 tersangka, termasuk Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Bagian Tengah, Putu Sumarjaya.
Sudewo, yang saat itu masih menjabat sebagai Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Gerindra, diperiksa pada Kamis (3/8/2023) dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Putusan Pengadilan Tipikor Semarang pada 18 Januari 2024 menyatakan Putu terbukti menerima suap Rp3,4 miliar dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara, denda Rp350 juta, serta kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp3,4 miliar.
Meski demikian, status hukum Sudewo hingga kini belum jelas.
Koordinator Jateng Corruption Watch (JCW), Kahar Muamalsyah, pada Selasa (31/12/2024) menyebut aneh jika sampai sekarang peran Sudewo tidak pernah dijelaskan secara terbuka.
Menurutnya, penyidik KPK telah menyita uang tunai sekitar Rp3 miliar dari rumah Sudewo sebagai barang bukti.
“Uang yang disita itu kan sebagai barang bukti adanya keterlibatan yang bersangkutan,” kata Kahar.
Ia menilai, jika Sudewo tidak terlibat, KPK seharusnya memberi penjelasan resmi kepada publik.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]