WahanaNews.co, Jakarta – Terkait perkembangan kasus pemerasan yang menjerat Firli Bahuri, mantan Ketua KPK Abraham Samad menyurati Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menanyakan.
Surat tersebut dikirimkan Abraham bersama Wakil Ketua KPK Saut Sitomorang dan M. Jasin, Ketua PBHI Julius Ibrani, serta peneliti ICW Kurnia Ramadhana, pada Jumat (1/3/2024) hari ini.
Baca Juga:
Kasus Pelanggaran UU KPK, Polda Metro Segera Tentukan Nasib Firli
Abraham mengatakan surat tersebut sengaja dikirimkan langsung ke Kapolri lantaran pihaknya menilai tidak ada perkembangan berarti dalam kasus pemerasan tersebut.
Padahal, kata dia, kasus pemerasan kepada eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo itu telah berjalan kurang lebih selama 100 hari usai Firli ditetapkan sebagai tersangka.
"Oleh karena itu kita melihat kasus ini berjalan di tempat. Karena sampai hari ini kita lihat tidak ada progress yang menunjukkan kemajuan yang signifikan," ujarnya kepada wartawan di Mabes Polri, melansir CNN Indonesia.
Baca Juga:
Drama Pertemuan Alexander dan Eko Darmanto: KPK Dikejar Kasus Dugaan Gratifikasi
Abraham menilai dalam kasus pemerasan itu seharusnya penyidik dapat langsung menahan Firli usai ditetapkan sebagai tersangka. Apalagi pasal yang dikenakan oleh penyidik sudah mencukupi sebagai syarat penahanan
"Kedua, kalau kita berkaca dari asas hukum equality before the law, maka ini menjadi sebuah keharusan Firli harus ditahan. Agar masyarakat melihat bahwa equality before the law diterapkan, semua orang sama kedudukannya di depan hukum," tuturnya.
Di sisi lain, Abraham menilai dengan tidak dilakukannya penahanan terhadap Firli justru akan menimbulkan sentimen negatif terhadap Polri sendiri.
Sebab, kata dia, masyarakat dapat memandang adanya privilege atau keistimewaan yang diterima oleh Firli lantaran statusnya sebagai mantan Ketua KPK dan Pati Polri.
Lebih lanjut, Abraham juga mengaku khawatir dengan tidak ditahannya Firli akan menghambat proses penyidikan yang berjalan. Semisal, menghilangkan barang bukti ataupun mempengaruhi saksi terkait.
"Kalau kasusnya berjalan maka setidak-tidaknya penyidik sudah melakukan penahanan, agar mencegah tersangka itu bisa melakukan hambatan hambatan. Atau bisa suatu ketika mempengaruhi proses jalannya persidangan yang akan dilaksanakan," ungkapnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta kembali menyerahkan berkas perkara kasus pemerasan Firli ke penyidik Polda Metro Jaya.
Kasipenkum Kejati DKI Jakarta Syahron Hasibuan mengatakan pengembalian berkas dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) lantaran masih dinyatakan belum lengkap atau P-19.
Untuk melengkapi berkas perkara itu, penyidik pun kembali memanggil Firli untuk dimintai keterangan. Pemeriksaan pertama dijadwalkan pada 6 Februari lalu, namun Firli tak hadir.
Penyidik lantas menjadwalkan ulang pemeriksaan pada 26 Februari. Namun, Firli lagi-lagi tak hadir memenuhi panggilan pemeriksaan.
Polda Metro Jaya menetapkan Firli sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap SYL pada 22 November 2023. Ia diduga melanggar Pasal 12 e dan atau Pasal 12 B dan atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.
Belakangan, polisi menyebut belum menahan Firli karena tengah melakukan pengembangan dari kasus pemerasan tersebut. Polisi akan mendalami sejumlah aset milik Firli Bahuri yang tidak terdaftar dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
[Redaktur: Alpredo Gultom]