WAHANANEWS.CO, Jakarta - Mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, menyampaikan keberatan keras atas tuduhan korupsi dan kerugian negara yang kini membelitnya, dengan menegaskan bahwa semua itu hanyalah framing yang menyesatkan.
Ia menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) oleh ASDP bersama dua mantan direksi lainnya, yakni Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
Baca Juga:
Empat Gubernur Riau Terjerat KPK, Abdul Wahid Jadi Nama Terbaru dalam Daftar Kelam
“Kami bertiga difitnah seolah-olah membeli kapal-kapal tua dengan harga kemahalan. Padahal yang dibeli bukan kapal, namun 100 persen saham perusahaan yang memiliki going concern atau sedang beroperasi,” ucapnya saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (6/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berjalan sekitar 1,5 tahun, dan hingga kini tidak pernah ditemukan bukti bahwa dirinya terlibat korupsi.
“Bila benar telah terjadi dugaan tindakan pidana korupsi, penyelidikan yang sudah berjalan sekitar 1,5 tahun tentunya telah menemukan buktinya. Faktanya, bukti tersebut tidak pernah ada,” tutur dia.
Baca Juga:
OTT Gubernur Riau Bermula dari Pemerasan Pejabat, Amankan Uang Lebih dari Rp1 Miliar
“Bukankah semestinya perkara ini dihentikan? Namun justru perkara ini dinaikkan ke tahap penyidikan dan saya ditetapkan sebagai salah satu tersangka,” lanjutnya.
Lebih jauh, ia menguraikan bahwa akuisisi PT JN oleh ASDP dituding merugikan negara senilai sekitar Rp893 miliar atau 70 persen dari nilai transaksi, dan kemudian angka kerugian dilaporkan membengkak hingga lebih dari Rp1 triliun.
“Seolah-olah corporate action berupa akuisisi yang kami lakukan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara saat itu sebesar Rp893 miliar atau 70 persen dari nilai akuisisi. Saya ingin menggarisbawahi bahwa nilai ini kemudian berubah menjadi jauh lebih besar lagi. Saat itu media sosial pun mencecar kami sebagai koruptor,” katanya lagi.
Ira kemudian mempertanyakan di mana letak unsur korupsinya karena hingga dirinya ditahan, menurut dia, tidak ada bukti aliran dana yang menunjukkan keuntungan pribadi.
“Di mana letak korupsinya? Hingga saya ditahan, tidak pernah ditunjukkan bukti bahwa saya telah melakukan korupsi,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa proses akuisisi tersebut dibingkai sedemikian rupa sehingga angka kerugian dibesar-besarkan.
“Tetapi framing sudah dilakukan. Kerugian keuangan negara pun direka-reka hingga lahir angka sangat besar yaitu Rp1,253 triliun. Seolah-olah akuisisi ini rugi 98,5 persen dan kemahalan 6.600 persen, angka yang sangat fantastis dan sulit diterima akal,” kata dia memprotes.
Dalam kasus ASDP-JN ini, Jaksa menuntut Ira dan dua eks direksi lainnya dengan pidana penjara hingga 8 tahun 6 bulan.
Kasus yang menjerat Ira pun dinilai memiliki kemiripan mencolok dengan yang dialami mantan Menteri Perdagangan sekaligus Kepala BKPM, Tom Lembong, dalam kasus impor gula.
“Majelis hakim berpendapat bahwa kepada Terdakwa tidak dikenakan ketentuan Pasal 18 ayat 1 huruf b yaitu pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Faktanya, terdakwa tidak memperoleh harta benda dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa,” ujar hakim pada Juli lalu.
Kendati hakim menyatakan Tom Lembong tidak menikmati hasil korupsi, ia tetap dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp750 juta. Namun Presiden RI Prabowo Subianto kemudian memberikan abolisi terhadapnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]