WahanaNews.co | Bagi masyarakat Indonesia, tentu
sudah tak asing lagi tanah wakaf.
Tanah
wakaf sering kali digunakan untuk kepentingan umum, seperti tanah pekuburan,
tempat ibadah, dan lembaga pendidikan.
Baca Juga:
Dianggap Ilegal, Nama-nama Bayi ini Dilarang Digunakan di Sejumlah Negara
Tanah
wakaf adalah bagian dari harta wakaf yang diatur dalam perundang-undangan
Indonesia.
Lalu,
apa itu wakaf dan kenapa dilarang diperjualbelilkan?
Kata "wakaf"
berasal dari bahasa Arab, wakafa, yang
berarti menahan, berhenti, diam, atau tidak berpindah (status).
Baca Juga:
Masyarakat Kerinci Kerahkan Pawang Hujan, Antisipasi Cuaca Buruk saat Evakuasi Kapolda Jambi
Dalam
hukum Islam, "wakaf" artinya harta wakaf, seperti tanah yang sudah diwakafkan pemiliknya dilarang
dipindahtangankan dalam bentuk apa pun.
Di
dalam aturan hukum Indonesia, tanah wakaf sudah diatur dalam UU Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf.
Regulasi
lain terkait tanah wakaf yakni Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik.
Dalam
UU Nomor 41 Tahun 2004, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Wakif
adalah sebutan untuk pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
Sementara
nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola
dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Harta
benda yang diserahkan wakif ke nazhir harus berdasarkan akad yang dikenal
dengan ikrar wakaf yang artinya pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara
lisan atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
Akad
ini kemudian dituangkan dalam perjanjian hitam di atas putih di depan dua orang
saksi dan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), yakni pejabat berwenang
yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia untuk membuat akta ikrar wakaf.
Setelah
seorang wakif menyerahkan hartanya untuk diwakafkan lewat ikrar, maka secara
hukum wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
Dalam
aturan wakaf, harga benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan
lama atau manfaat jangka panjang, serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah
yang diwakafkan oleh wakif.
Dalam
Pasal 11 UU Nomor 41 Tahun 2004, harta wakaf kemudian dikelola oleh nazhir
antara lain melakukan pengelolaan administrasi benda wakaf, mengembangkan,
mengawasi, dan melindungi harta wakaf.
"Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10
persen," bunyi Pasal 12.
Hak
nazhir bisa dicabut apabila memenuhi salah satu kriteria antara lain meninggal
dunia, dibubarkan (apabila nazhir berbentuk organisasi/badan), permintaan
nazhir sendiri, tidak melaksakan tugas sebagai nazhir, dan nazhir dihukum
pidana.
Harta
wakaf sendiri terbagi menjadi dua, yakni harta tak bergerak dan harta bergerak.
Harta
tak bergerak berupa tanah dan bangunan.
Sementara
harta bergerak, sebagaimana diatur UU Nomor 41 Tahun 2004, antara
lain berupa uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan
intelektual, hak sewa, dan harta bergerak lainnya sesuai ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemerintah
sendiri sudah membentuk badan yang secara khusus mengelola aset wakaf lewat
Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Harta
wakaf tidak boleh dipergunakan selain untuk: Sarana dan kegiatan ibadah; Sarana
dan kegiatan pendidikan serta kesehatan; Bantuan kepada fakir miskin, anak
telantar, yatim piatu, beasiswa; Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; serta Kemajuan
kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan
perundang-undangan.
UU
Nomor 41 Tahun 2004 juga mengatur terkait perubahan status wakaf, di mana harta
benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang (Pasal 40): Dijadikan jaminan; Disita;
Dihibahkan; Dijual; Diwariskan; Ditukar; serta Dialihkan dalam bentuk pengalihan
hak lainnya.
"Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
40 huruf f dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan
digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR)
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan syariah," bunyi ayat (1) Pasal 41.
Pemindahan
lokasi harta wakaf seperti tanah wakaf di Indonesia sering kali terjadi saat
pembangunan infrastruktur, yakni pembangunan jalan tol yang mengharuskan tanah
wakaf dan bangunan di atasnya harus dipindahkan ke tempat lain.
"Harta benda wakaf yang sudah diubah
statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar
sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula," bunyi ayat
(3) Pasal 41.
Di
Indonesia, wakaf lebih banyak dijumpai dalam bentu tanah wakaf.
Tanah
wakaf adalah tanah yang sudah diwakafkan oleh wakif untuk dikelola bagi
kepentingan umat, sehingga dilarang untuk diperjualbelikan. [dhn]