WahanaNews.co | Sidang perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat yang didakwakan pada perwira penghubung Komando Distrik Militer (Dandim) 1705/Paniai, Mayor Inf (purn) Isak Sattu memasuki agenda tuntutan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntutnya dengan hukuman 10 tahun penjara.
Baca Juga:
Situasi HAM di Papua Tahun 2023, Ini Hasil Pengamatan Komnas HAM
JPU Erryl Prima Putra Agoes yang membacakan tuntutan menyatakan terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pelanggaran HAM yang berat di Paniai, Papua. Atas perbuatannya, Isak Sattu didakwa pasal berlapis.
"Dakwaan kesatu melanggar Pasal 42 ayat (1) huruf a dan b Jo Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dan dakwaan kedua Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," ujarnya saat sidang di Ruang Bagir Manan Pengadilan Negeri Makassar, Senin (14/11).
Dengan tuntutan pasal berlapis, JPU meminta agar Isak Sattu dijatuhi hukuman pidana selama 10 tahun penjara. Terdakwa juga dituntut membayar perkara Rp 5 ribu.
Baca Juga:
Persoalkan Pelanggaran HAM, Anggota TNI Tantang BEM UI KKN di Wilayah KKB
Terdakwa Siapkan Pembelaan
Seusai JPU membacakan tuntutan, Ketua majelis hakim Sutisna Saswati bertanya kepada terdakwa apakah mengajukan pleidoi (pembelaan) atau tidak.
Awalnya Isak Sattu menyerahkan sepenuhnya kepada penasihat hukum untuk pembelaan, tetapi saat hakim hendak menutup sidang, terdakwa menyampaikan tanggapan.
"Artinya bahwa dakwaan saya ini prematur dan dipaksakan. Kedua, tidak adil karena tidak ada dari pihak kepolisian atau aparat lain yang dikenai sanksi atau didakwa," ujarnya.
Ia menilai kejadian di Enarotali, Paniai, Papua dilakukan bersama-sama. Ia mengaku jika kerusuhan dan penembakan hanya terjadi di Koramil Enarotali saja masuk akal baginya
"Tapi ini yang tugas pokok kepolisian membubarkan tidak ada didakwa. Di mana keadilannya. Ini saja yang ingin saya sampaikan Yang Mulia," ucapnya.
Mendengar tanggapan itu, Ketua Majelis Hakim Sutisna Saswati menyarankan kepada terdakwa untuk membuat pembelaan tersendiri. "Mau tulis satu lembar juga enggak apa apa. Karena yang saudara sampaikan itu sudah masuk bagian pembelaan," ucap Sutisna.
Sementara penasihat hukum terdakwa, Ahmad Kautibi menilai tuntutan JPU tidak benar. Tak hanya itu, tuntutan terhadap kliennya tidak memenuhi unsur pelanggaran HAM berat.
"Kalau menurut saya sebagai PH (penasihat hukum), tuntutan yang diberikan kepada terdakwa ini tidak benar dan tidak memenuhi unsur pelanggaran HAM," tegasnya.
Untuk itu, Ahmad menyatakan pihaknya akan menyusun pembelaan terbaik. Dia mengaku akan memasukkan pernyataan Isak Sattu ke dalam pembelaan.
"Ya tentu. Tentunya kita sebagai PH sudah menyiapkan pembelaan terbaik bagi terdakwa," ucapnya. [rna]