WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tampil berbeda dalam sidang perdananya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Dengan penuh percaya diri, ia kerap menebar senyum dan terus menggaungkan narasi kriminalisasi, meyakini dirinya akan dibebaskan oleh majelis hakim Tipikor.
Baca Juga:
Sidang Perdana Hasto Soal Kasus Harun Masiku Dilaksanakan Hari Ini
Pihaknya juga menyebut sebagai dirinya sebagai tahanan politik, bukan tahanan kasus pidana.
Sikap dan tidak tanduk Hasto ini jauh dari ekspresi kebanyakan terdakwa kasus korupsi.
Sebagai perbandingan, dua mantan menteri dari Partai NasDem, eks Menkominfo Johnny G. Plate dalam kasus BTS dan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo dalam kasus pemerasan, lebih banyak tertunduk dan menghindari sorotan media.
Baca Juga:
Hasto Kristiyanto Didakwa Suap Rp 600 Juta demi PAW Harun Masiku
Tunjukkan Rasa Superioritas
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah (Castro), menilai sikap Hasto mencerminkan keyakinannya memiliki 'kartu as' yang dapat memenangkan sidang.
"Semringah Hasto itu bisa diartikan sebagai keyakinan kuatnya dalam menghadapi perkara ini," kata Castro, melansir Inilah.com, Sabtu (15/3/2025).
Namun, ia mempertanyakan apakah 'kartu as' yang dimiliki Hasto cukup kuat untuk melawan bukti yang telah diajukan jaksa.
Sebab, dalam perkara hukum, keyakinan subjektif terdakwa tidak serta-merta berbanding lurus dengan kekuatan bukti yang ada.
Kritik lebih tajam datang dari psikolog politik, Naila Nursyahbani, yang melihat sikap Hasto sebagai bentuk superioritas berlebihan.
"Hasto tampak terlalu percaya diri seolah hukum ada di bawah kendalinya. Gestur dan retorikanya menunjukkan bahwa ia ingin membangun persepsi publik bahwa dirinya bukan pelaku, melainkan korban kriminalisasi," ujar Naila, pada WahanaNews.co, Jumat (14/3/2025).
Menurutnya, sikap seperti ini bisa menjadi bumerang, karena justru memperlihatkan bahwa Hasto tak memiliki empati terhadap dakwaan serius yang menjeratnya.
Dakwaan Berat yang Dihadapi Hasto
Dalam sidang perdana ini, jaksa mendakwa Hasto telah melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Jaksa menyebutkan bahwa Hasto berperan dalam memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020 serta memerintahkan Kusnadi untuk membuang ponselnya saat pemeriksaan pada 2024.
Selain itu, ia juga didakwa terlibat dalam pemberian suap senilai Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap ini diberikan bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio, untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Menurut jaksa, perbuatan Hasto termasuk dalam tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Narasi Kriminalisasi
Sepanjang persidangan, Hasto tampak tenang dan serius menyimak pembacaan dakwaan. Namun, selepas sidang, ia kembali menyuarakan klaim kriminalisasi kepada awak media.
"Surat dakwaan yang tadi dibacakan oleh penuntut umum semakin memperjelas bahwa ini adalah kriminalisasi hukum," ucap Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Ia menuding bahwa kasus ini merupakan daur ulang dari perkara yang sebelumnya telah berkekuatan hukum tetap (inkrah), yang menyeret Saeful Bahri, Agustiani Tio, dan Wahyu Setiawan.
Menurutnya, ada kepentingan politik di balik proses hukum yang sedang dijalaninya.
"Ini adalah pengungkapan kembali suatu perkara yang sudah inkrah, yang kemudian didaur ulang karena kepentingan-kepentingan politik tertentu," ujar Hasto.
Meski demikian, ia tetap menyatakan komitmennya untuk menjalani proses hukum, sambil menaruh harapan pada majelis hakim.
"Saya akan mengikuti seluruh proses hukum ini dengan sebaik-baiknya, karena kami percaya bahwa keadilan akan ditegakkan," tuturnya.
Saat meninggalkan pengadilan menuju mobil tahanan, Hasto dan simpatisannya bersorak serta menyanyikan lagu "Maju Tak Gentar," seolah menegaskan keyakinannya akan menang dalam perkara ini.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]