WAHANANEWS.CO, Semarang - Isu korupsi di kalangan pejabat daerah kembali mencuat dan mengguncang kepercayaan publik.
Kali ini, sorotan tajam tertuju pada mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, yang lebih dikenal dengan sapaan akrabnya, Mbak Ita.
Baca Juga:
Ketua DPRD Jawa Tengah Sumanto Dorong Pemerintah Lakukan Riset Bibit Ternak dan Tanaman Berkualitas
Dalam serangkaian persidangan yang tengah berlangsung, terungkap berbagai fakta mengejutkan yang menambah kompleksitas perkara ini.
Persidangan kasus dugaan korupsi yang menjerat Mbak Ita di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (28/4/2025), kembali memunculkan fakta-fakta baru.
Tidak hanya membahas perihal aliran dana miliaran rupiah, sidang ini juga membuka tabir tentang adanya upaya sistematis untuk menghilangkan bukti-bukti yang terkait dengan korupsi tersebut.
Baca Juga:
RS Kariadi Semarang Jadi Fasilitas Kesehatan Satu-satunya Layanan Cangkok Sumsum Tulang
Dalam kesaksiannya, mantan Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang, Eko Yuniarto, mengungkapkan bahwa dirinya pernah menerima perintah langsung dari Mbak Ita untuk membuang handphone serta dokumen transfer keuangan yang berkaitan dengan kasus ini.
"Perintahnya melalui nomor tetap, kemungkinan besar berkaitan dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK pada saat itu," ungkap Eko di hadapan majelis hakim.
Tak hanya itu, Eko juga membeberkan bahwa Mbak Ita sempat mengundang beberapa camat ke sebuah pertemuan khusus.
Dalam pertemuan tersebut, para camat diminta secara eksplisit untuk tidak memenuhi panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jawa Tengah.
"Pada saat itu, kami diundang oleh Bu Ita (terdakwa) dan diminta untuk tidak hadir," ujar Eko.
Eko bahkan menirukan ucapan Mbak Ita yang menyampaikan secara lugas, "Pokoknya tak usah datang."
Upaya Menghilangkan Jejak Korupsi
Sebelumnya, dalam sidang perdana yang dilaksanakan pada 21 April 2025, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah membacakan tiga dakwaan berat terhadap Mbak Ita serta suaminya, Alwin Basri.
Keduanya diduga kuat terlibat dalam praktik korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai sekitar Rp 9 miliar.
Perkara ini mencakup beragam modus, mulai dari dugaan adanya "iuran kebersamaan" yang dikutip dari pejabat daerah hingga pengaturan proyek-proyek pemerintah untuk keuntungan pribadi.
Tindakan Mbak Ita yang meminta bawahan untuk menghilangkan alat komunikasi dan dokumen penting menjadi bukti adanya dugaan kuat upaya "bersih-bersih" barang bukti, yang bertujuan untuk menyamarkan keterlibatan berbagai pihak dalam praktik korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
Kasus yang melilit Mbak Ita ini terjadi di masa transisinya dari jabatan Pelaksana Tugas (Plt.) Wali Kota Semarang (2022–2023) menuju jabatan Wali Kota definitif (2023–2025).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]