Mengacu pada AD/ART GMNI, musyawarah dan mufakat merupakan roh gerakan organisasi, sementara kedaulatan tertinggi berada di tangan anggota dan diwujudkan melalui kongres. Oleh karena itu, setiap upaya rekonsiliasi yang tidak melibatkan struktur sah dan pimpinan hasil kongres dinilai tidak memiliki legitimasi moral maupun organisatoris,” jelasnya.
Ia juga menyoroti adanya penolakan terbuka dari sejumlah kader, termasuk dari wilayah Sulawesi, terhadap agenda rekonsiliasi versi Arjuna–Risyad. Penolakan tersebut menjadi bukti bahwa agenda tersebut tidak lahir dari kehendak kolektif kader GMNI secara nasional.
Baca Juga:
GMNI Cilegon Kecam Dugaan Pembuangan Sampah Industri dan Lemahnya Pengawasan DLH
Sebagai penegasan, DPP GMNI menyerukan kepada seluruh DPC, DPD, dan kader GMNI se-Indonesia untuk menjadikan AD/ART sebagai kompas perjuangan, mengakui hasil Kongres XXII Bandung, kembali fokus pada kerja-kerja ideologis Marhaenisme, serta menjaga independensi organisasi dari kepentingan politik praktis.
GMNI bukan milik elit, melainkan milik kader. Kedaulatan kader tidak untuk dinegosiasikan. Persatuan harus dibangun dengan kejujuran, keberanian, dan ketaatan pada konstitusi organisasi,” tegasnya.
[Redaktur: Alpredo]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.