WahanaNews.co |
Setelah melalui pencermatan panjang, Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 6
anggota Laskar FPI menduga ada eksekutor lain di balik peristiwa yang terjadi di
Km 50 tol Cikampek, 7 Desember 2020.
Baca Juga:
Habib Rizieq Shihab Singgung Nama Ahok dalam Istighosah Kubro PA 212
Adu tembak yang terjadi dan selongsong peluru di TKP
kemungkinan tak cuma milik polisi dan anggota laskar tapi juga pihak lain. Hal
ini, menurut Ketua TP3 Abdullah Hehamahua berdasarkan keterangan sejumlah saksi
mata yang didapatkan di sekitar lokasi.
"Harus diperhatikan bahwa pada sore hari, 6 Desember,
di kilometer 50 ada orang berpakaian hitam membawa senjata laras panjang. Ini
siapa?" kata Abdullah Hehamahua, Jumat (11/3/2021).
Komnas HAM menyebut ada adu tembak pada 7 Desember, tapi
bagaimana mereka tahu bahwa selongsong peluru itu milik polisi dan FPI?
Baca Juga:
Bahas Normalisasi, Anies: Pembubaran FPI dan HTI Telah Diputuskan dan Disepakati
Abdullah Hehamahua merujuk pengalamannya selama di KPK. Pada
2009, kata dia, Ketua KPK Antasari Azhar menjadi tersangka kasus pembunuhan
Direktur PT Putra Rajawali Banjara Nasrudin Zulkarnain. Ternyata di persidangan
terungkap tersangka eksekutor yang disewa gagal menunaikan tugas karena pistol
macet. Tapi Nasrudin tetap tewas dengan peluru di bagian kepala.
"Jadi peluru yang mengenai korban adalah dari sniper,
jarak jauh. Kalau bukan ahlinya tak mungkin tertembak karena mobil sedang
bergerak. Jadi, kenapa Komnas HAM tidak mengambil pelajaran dari kasus
tersebut, bahwa peluru itu bisa punya polisi, FPI, tapi juga bisa punya
kelompok lain,?" papar Abdullah Hehamahua yang menjadi penasihat KPK pada
2005-2013.
Pada bagian lain, Abdullah juga menilai ada kejanggalan dari
polisi di lapangan yang tidak memborgol empat anggota laskar. Akibatnya mereka
disebut merampas senjata dan polisi lalu menghabisinya sebagai pembelaan diri.
Keanehan lain, polisi melakukan pembongkaran dan pembersihan
lokasi kejadian. Padahal di situ ada banyak barang bukti yang semestinya dijaga
hingga kasus benar-benar berkekuatan hukum tetap.
"Kenapa dibongkar habis? Itu barang bukti yang menurut
KUHAP harus dijaga. Terus orang-orang di sekitar lokasi diambil hp-nya lalu
dihapus rekaman (foto/video) di dalamnya," kata Abdullah Hehamahua. [dhn]