WAHANANEWS.CO, Bandung - Kasus dugaan korupsi di Badan Amil Zakat Nasional Jawa Barat (Baznas Jabar) kembali mencuat setelah Tri Yanto, mantan pegawainya yang melaporkan penyimpangan, kini justru ditetapkan sebagai tersangka.
Tri Yanto dilaporkan oleh Wakil Ketua III Baznas Jabar, Achmad Ridwan, dan dijerat dengan tuduhan mengakses serta menyebarkan dokumen rahasia tanpa izin.
Baca Juga:
Teguh Aprianto Pendiri Ethical Hacker Jadi Salah Satu Tersangka Demo May Day
Ia dijerat Pasal 48 jo Pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah Tri diduga mengakses data internal Baznas usai diberhentikan, lalu menyebarkannya ke beberapa lembaga tanpa otorisasi.
"Dia melakukan share informasi ke berbagai lembaga, padahal ada beberapa informasi yang dikecualikan oleh Baznas sesuai dengan amanah UU," ujar Hendra, Senin (26/5/2025).
Baca Juga:
Curi Roda Angin Mesin Kapal, Nelayan Menginap di Hotel Prodeo Polsek Sibolga Selatan
"Dia sudah dipecat, tapi kok masih legal akses ini dan (informasinya) di-share ke berbagai pihak, ini yang tidak boleh," tambahnya.
Meski berstatus tersangka, Tri tidak ditahan dan tetap memiliki hak untuk membela diri.
"Keputusan (dihukum tidaknya) nanti tetap di pengadilan," kata Hendra.
Tri Yanto sendiri melaporkan dugaan korupsi sebesar Rp13,3 miliar yang terdiri dari penyimpangan dana zakat senilai Rp9,8 miliar dan hibah APBD sebesar Rp3,5 miliar.
Ia menegaskan laporan tersebut tidak ditujukan ke Polda Jabar, melainkan ke lembaga penegak hukum lain.
"Kami mengirimkannya ke beberapa APH dari Kejati Jabar, KPK, dan Kejari Kota Bandung," ungkap Tri pada Rabu (28/5/2025).
Tri menyebutkan bahwa kelebihan penggunaan dana operasional Baznas terjadi pada 2021–2022, yang mencapai 20 persen dari total dana zakat, jauh melebihi batas maksimal 12,5 persen yang diatur oleh Kementerian Agama.
Kelebihan ini, menurutnya, dipicu oleh perekrutan pegawai baru pascapergantian pimpinan Baznas Jabar pada 2020.
"Karena tahun 2020 membawa gerbong orang-orang mereka dimasukin jadi amil Baznas Jabar sehingga yang sekitar 30 karyawan jadi 50 karyawan," ucapnya.
Ia juga menyinggung kenaikan gaji pimpinan Baznas hingga 121 persen dan penggunaan dana operasional untuk sewa mobil dinas.
"Sebelumnya mobil operasional satu orang, kemudian semua pimpinan mendapatkan mobil operasional, nambah sewa mobil. Gaji pimpinan naik dari Rp15 juta di 2020 menjadi sekitar Rp30 juta di 2023," ujarnya.
Kasus ini mendapat perhatian dari anggota Komisi IX DPR RI, Rieke Diah Pitaloka. Lewat akun X pribadinya, ia mengunggah tagar #JusticeForTriYanto dan #SaveDanaBaznas serta menyampaikan kritik tajam.
Menurut Rieke, Tri melaporkan dua hal: penyalahgunaan dana zakat Rp9,8 miliar dan dugaan korupsi dana hibah Rp3,5 miliar. Namun, ia mempertanyakan mengapa dugaan tersebut tidak diselidiki, sedangkan pelapornya justru ditetapkan sebagai tersangka.
"Kalau pelapor korupsi dijadikan tersangka, lalu siapa lagi yang akan berani bicara?" tulis Rieke. "Jika keberanian dibungkam, keadilan sedang dilucuti."
Ia juga menegaskan bahwa data yang diungkap Tri Yanto seharusnya tidak dianggap sebagai pelanggaran ITE. "Kalau data korupsi yang dibongkar, apakah ini termasuk data yang harus dilindungi?" tanyanya dalam sebuah video.
Rieke mendesak agar penetapan tersangka terhadap Tri Yanto diusut tuntas tanpa menutupi penyelidikan atas dugaan korupsi yang dilaporkannya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]