Sehingga, pihaknya meminta masyarakat untuk terus mendorong pengusutan kasus ini diusut secara tuntas.
"Khusus kasus penghilangan orang secara paksa, energi kita gak boleh habis. Kita semua memiliki utang besar terhadap mereka yang hilang akibat dari praktik kekerasan negara pada masa itu," kata Araf.
Baca Juga:
TKN Hitung Makan Siang dan Susu Gratis Prabowo Butuh Rp120 Triliun di Tahun Pertama
Selanjutnya, Araf menjelaskan bahwa tindak kejahatan penghilangan orang secara paksa merupakan jenis kejahatan yang berkelanjutan.
Meskipun terdapat pengakuan bahwa korban telah dikembalikan, hal tersebut tidak menghapuskan kejahatan itu secara keseluruhan, dan sifat kejahatannya masih berlaku selama pelaku tidak dihadapkan pada proses hukum.
"Komnas HAM seharusnya memanggil orang yang ngomong telah melakukan penculikan. Komnas HAM melakukan penyelidikan, itu bukti nyata," kata dia.
Baca Juga:
Program Makan Siang dan Susu Gratis Prabowo, Pengusaha Wanti-wanti Jerat Impor
Dalam ranah politik Hak Asasi Manusia (HAM), Araf mengungkapkan bahwa ada konsep lustrasi atau pernyataan yang menyatakan bahwa individu yang terlibat dalam pelanggaran HAM selama era Orde Baru tidak layak untuk menjabat dalam posisi penting, termasuk mencalonkan diri sebagai calon presiden. Araf menyatakan bahwa regulasi terkait hal ini sudah termaktub dalam Undang-Undang.
Adapun tujuan dari ketentuan ini agar ada pemisahan antara masa lalu dan masa depan sehingga kesehatan politik terjamin. Ia pun membantah pernyataannya ini bernuansa politik.
Di sisi lain, anggota Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) yang juga menjadi bagian dari Koalisi, Sri Hidayati, setuju dengan pandangan yang diungkapkan oleh Araf terkait larangan bagi pelaku kejahatan penculikan pada masa Orde Baru untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden.