WahanaNews.co | Pakar hukum kesehatan Universitas Widya Mataram
Yogyakarta, Hasrul Buamona,
menyoroti pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM
(Wamenkumham),
Eddy OS Hiariej,
yang mengancam warga penolak vaksin bisa
dipidana.
Menurut Hasrul, jika merujuk Pasal 93 Undang-Undang (UU) Nomor 6
Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang dijadikan dasar mempidanakan setiap orang yang
tidak ingin divaksin, jelas tidak tepat.
Baca Juga:
Katalin Kariko dan Drew Weissman Raih Nobel Kedokteran 2023
"Walaupun norma pidana dalam hal ini bersifatultimum
remedium(asas hukum pidana adalah upaya terakhir dalam hal
penegakan hukum)," kata Hasrul, dalam siaran di Jakarta, Selasa (12/1/2021).
Pasal 93 b Kekarantinaan
Kesehatan berbunyi,
"Setiap orang yang tidak mematuhi
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100
juta."
Hasrul menyebut, jika melihat kembali definisi kekarantinaan kesehatan dalam Pasal 1 ayat (1)
UU Nomor 6 Tahun 2018, hal itu merupakan upaya mencegah dan menangkal keluar
atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang
berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Baca Juga:
Vaksin Covid-19 Bakal Berbayar, Kemenkes Jawab Ini
Dari defenisi itu, sambung dia, sebenarnya lebih cenderung
kepada pengaturan aktivitas sosial masyarakat.
Hal
itu kemudian terbagi dalam beberapa bentuk karantina, yaitu Karantina Wilayah, Karantina Rumah, Karantina
Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Dia menjelaskan, kekarantinaan kesehatan lebih pada suatu kebijakan untuk pembatasan
kegiatan dan pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular.
Sehingga, secara hukum, Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tidak tepat digunakan untuk
mempidanakan setiap orang yang tidak ingin divaksin Covid-19.
Terkait Pasal 93, Hasrul mengingatkan, terdapat asas hukumlex scripta,lex certa,
danlex
stricta.
Asas-asas
hukum tersebut mengatur bahwa hukum pidana harus tertulis, jelas, tegas, dan
tidak bisa dianalogikan.
Hasrul menegaskan, apabila Wamenkumham Eddy ingin memberi sanksi
pidana, walaupun sebagai ultimum remedium,
dapat menggunakan Pasal 14 ayat (1) UU 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular.
Aturan itu berbunyi, "barang siapa dengan
menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, diancam pidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu
tahun""
"Dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1 juta," kata
Harsul menambahkan. [dhn]