WahanaNews.co | Indonesia akan memasuki usia ke-76 pada 17 Agustus mendatang.
Sejak merdeka pada 1945, Indonesia
telah dipimpin 7 presiden, dari Soekarno hingga Jokowi.
Baca Juga:
Mantan Otak Bom Bali Ditolak Masuk Indonesia, Yusril: Status WNI Hambali Sudah Gugur
Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai, kepemimpinan nasional sejauh ini belum mumpuni memecahkan persoalan bangsa.
Walau demikian, ia tetap optimistis, ke depan bakal ada sosok presiden yang memiliki kapabilitas.
Namun, Yusril berpesan, apabila ingin mendapatkan sosok presiden yang ideal dan peduli
terhadap Islam, umat harus mengubah cara berpolitik.
Baca Juga:
4 Kategori Narapidana yang Berhak Dapat Amnesti dari Presiden Prabowo
Ia meminta umat tidak lagi menggunakan
cara-cara yang memanfaatkan kekuatan massa.
"Kalau ditanya, apakah pesimis melihat masa depan? Tidak, saya optimis. Tapi, di
kalangan umat harus berpolitik secara cerdas, tidak bisa lagi menggunakan
kekuatan massa, karena bisa dikalahkan dengan 2-3 orang yang memiliki
strategi," ujar Yusril dalam webinar yang digelar PP Pemuda Dewan Dakwah.
Menurut Yusril, kekuatan massa hanya
seperti buih yang tidak menyelesaikan persoalan.
Ia berpendapat, sudah saatnya umat
Islam ketika berpolitik menggunakan kekuatan intelektual.
"Kadang-kadang, kekuatan massa yang besar itu seperti
buih, tidak selesaikan masalah apa-apa. Padahal, kita
diberikan kekuatan intelektual, lobi, kekuatan politik untuk melakukan
pendekatan, menekan, dan berhasil mencapai tujuan. Saya pikir, umat harus mengubah cara politik," jelasnya.
Yusril tak menyebut kekuatan massa
yang dimaksud.
Namun, dalam
Pilpres 2019, kubu Jokowi - Ma"ruf dan Prabowo-Sandi saling beradu
kekuatan massa demi menarik simpati publik.
Ia pun menyinggung kelompok yang
hingga kini masih bersitegang walau Prabowo-Sandi sudah menjadi menteri Jokowi.
"Jadi, ini
persoalannya lebih kepada strategi dan taktik politik, tidak ada persoalan
akidah, kafir mengkafirkan, memecah belah. Apalagi Pilpres sudah selesai,
Prabowo-Sandi jadi anak buah Jokowi, tapi sesama kita masih enggak suka, itu
perlu direnungkan bersama. Kalau tidak ada hal-hal fundamental, lebih baik kita bersatu," tutupnya. [dhn]