Seorang gus bisa ditahbiskan jadi kiai. Pada tahap ini,
seseorang yang dipanggil gus itu bisa menerimanya bisa juga tidak, terserah
dia. Kalau lebih suka dipanggil gus, maka dia bisa tetap bergelar gus daripada
kyai meskipun sudah naik kedudukan menjadi kepala pesantren warisan ayahnya.
Analogi gelar Gus seperti gelar putra mahkota kepada
keturunan raja sebagai pewaris tahta. Si putra mahkota kelak akan berganti
gelar menjadi raja, tapi bisa juga dia menolaknya. Akan tetapi, tetap akan
dianggap sebagai putra mahkota yang sebenarnya.
Baca Juga:
Pria Pembuat Situs Palsu Rabithah Alawiyah, Iming-iming Sertifikat Habib Diringkus Polisi
Di Madura, "Gus" lebih dikenal dengan sebutan
"Lora". Karenanya, di Madura, seorang putra kyai besar akan dipanggil
Lora bukan Gus. Akan tetapi, maksud dan tujuannya sama yakni gelar yang
tersemat kepada putra keturunan kyai.
Meskipun begitu, ada juga sebuah pengecualian. Di mana
sebutan gus juga dijadikan lambang keilmuan dan akhlak sosial seseorang. Gus
menjadi tidak hanya sebagai lambang keturunan kyai, melainkan juga penguasaan
seseorang terhadap ilmu pengetahuan.
Di masyarakat, kerap terjadi penyematan "Gus"
kepada seseorang yang bukan keturunan kyai dari pesantren. Hal itu terjadi
karena anak laki-laki tersebut memiliki kecakapan ilmu pengetahuan umum dan
ilmu pengetahuan agama yang luas dan mendalam. Sehingga, secara aura, keilmuan
dan perilaku sosialnya pantas diberi gelar "Gus."
Baca Juga:
Habib Rizieq Shihab Tak Hadiri Munajat Kubro 212 di Monas
Berpandangan dari semua aspek di atas, maka beda habib dan
gus bergantung pada garis keturunan dan penguasannya terhadap ilmu agama. [qnt]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.