"Saya aja yang jaga. Habis pulang sekolah saya langsung
jaga. Oh bisa ya? bisa pak. Dibeli sungguhan suruh saya yang jaga. Jadi saya
pulang sekolah, makan, jam satu sampai jam sembilan saya itu di apotek. Jadi
saya belajarnya itu, jam empat jam lima pagi. Jadi saya bangunnya itu pagi.
Buat PR, belajar, sampai sekarang saya bangunnya jam empat jam lima pagi. Jadi
udah kebiasaan sampai saat ini saya bangun pagi," lanjutnya.
"Saya di awal itu sudah punya mimpi, apotek saya harus
yang paling ramai di Kota Malang. Jadi dari mimpi itu akhirnya saya
mempelajari. Apotek yang sudah ramai itu harga jualnya berapa persen ngambil
keuntungan, terus ngelayanin pelanggan itu berapa lama, itu saya selidiki
semua," terangnya.
Baca Juga:
Dulu Anak OB, Kini Miliki Aset Triliunan Rupiah
"Akhirnya, saya membuat satu inisiatif, bagaimana agar
harga saya paling murah yaitu dengan membeli kontan, dapat potongan lima belas
dua puluh persen, saya berikan ke pembeli. Terus karena obat saya enggak
lengkap, kelemahan itu saya jadikan kekuatan, dengan saya kasih ongkos kirim,
ongkos ambil resep gratis. Jadi saya cuma sedia sepeda motor, saya ngelayani
costumer, enggak perlu nunggu obat. Saya kirimkan," pungkasnya.
Bangun Pabrik Cat
Avian
Baca Juga:
5 Tantangan yang Harus Ditaklukkan untuk Jadi Pengusaha Sukses
Hermanto merupakan putra bungsu dari pendiri PT. Avia Avian,
Soetikno Tanoko. Ia menceritakan ketika sang ayah dan dirinya membangun dan
mengelola pabrik cat Avian.
"Waktu saya setelah menikah, usia 19 tahun. Saya
diminta papa untuk membantu papa di Pabrik Cat Avian. Jadi papa ini merintis
Avian di tanggal 1 November 1978, waktu devaluasi rupiah dengan delapan belas
karyawan," kata Hermanto.
"Saya di akhir tahun 1982, diminta membantu, itu awal
ketemu papa saya tanya, Avian ini visi ke depannya apa. Cita-cita papa ini apa.
Papa saya nangkep, papa ingin Avian jadi nomor satu di Indonesia. Padahal
pabriknya ini masih pabrik yang belum besar, pagar aja enggak ada. Drum-drum
itu ditaruh di sawah," lanjutnya.