Selain itu, pembangunan sumur resapan di Jakarta ini ia lihat juga hanya mengejar angka, tidak terencana, tidak terintegrasi dengan rencana kegiatan lainnya, juga pemborosan.
”Trotoar kita sudah bagus karena ada program perbaikan, tiba-tiba berlubang dan rusak karena dibongkar untuk pembangunan sumur resapan. Artinya apa? Tidak ada perencanaan yang komprehensif. Kebijakan-kebijakan itu muncul begitu saja, tidak terintegrasi dengan yang lainnya. Itu pemborosan,” ujar Nainggolan, tegas.
Baca Juga:
Soal Sumur Resapan, Heru: Jangan Lihat Siapa yang Buat, Tapi untuk Siapa
Seperti terlihat di daerah Lebak Bulus, Jakarta Selatan, juga di daerah Pondok Indah, Jakarta Selatan, pembangunan sumur resapan justru dilakukan di atas trotoar dan badan jalan, bahkan kolong jalan tol.
Pembangunan di atas trotoar mengganggu pejalan kaki, sedangkan pembangunan di badan jalan mengganggu kelancaran lalu lintas.
Justin Adrian, anggota Komisi D dari Fraksi PSI, dalam pemandangan umum fraksi pada rapat paripurna pekan lalu juga mempertanyakan manfaat pembangunan sumur resapan, apalagi anggaran pembangunan besar.
Baca Juga:
Menteng Bukan Daerah Banjir, Tapi Kok Ada Sumur Resapan?
Bila dalam APBD 2021 dianggarkan Rp 411,43 miliar, di dalam RAPBD 2022 dianggarkan sebesar Rp 361 miliar.
”Kami melihat bahwa dengan anggaran ratusan miliar rupiah tersebut, pembangunan sumur resapan ini masih kurang efektif dalam mengatasi banjir daripada upaya pengendalian banjir lainnya seperti normalisasi sungai,” kata Justin.
Seperti diketahui, lanjut Justin, banjir di beberapa lokasi di Jakarta disebabkan ketidakmampuan sungai dan saluran air dalam menampung debit air yang tinggi.