Bang Ali lalu menyerahkan konsep perencanaan kepada para seniman.
Sejak awal tahun 1968, Kantor Harian KAMI menjadi tempat banyak seniman dan budayawan berdiskusi.
Baca Juga:
Anies Baswedan: Kenaikan Tarif Sewa TIM Tak Masuk Akal, Kontroversi Muncul
Selain itu, pondokan Salim Said di Matraman Raya juga menjadi tempat pertemuan.
Adapun seniman yang sering berkumpul di antaranya: Arifin C. Noer (dulu wartawan di Pelopor Baru), Goenawan Mohamad dan Ed Zulverdi (keduanya waktu itu wartawan di harian KAMI) juga Sukardjasman (wartawan Sinar Harapan).
Rancangan pembentukan TIM kemudian diketik oleh Arifin C Noer dan diserahkan oleh Christianto Wibisono kepada Bang Ali Sadikin, yang akhirnya menyetujui gagasan tersebut.
Baca Juga:
Mengaku Diintimidasi, Butet Kartaredjasa Dipolisikan
Bang Ali menyatakan, Pemprov DKI akan menyediakan sarana, dana, dan fasilitas penunjang operasional TIM.
Sedangkan, pengelolaan diserahkan kepada seniman dan budayawan.
Bang Ali juga membentuk Badan Pembina Kebudayaan yang menjadi cikal bakal Dewan Kesenian Jakarta, dan diketuai oleh Trisno Soemardjo.