Sejak berdirinya di tahun 1968, TIM menjadi saksi terjadinya eksperimentasi artistik para seniman Indonesia yang waktu itu banyak difasilitasi oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
Banyak karya penting seperti Samgita Pancasona (Sardono W Kusumo, 1969), atau teater mini kata WS Rendra, lahir di TIM.
Baca Juga:
Anies Baswedan: Kenaikan Tarif Sewa TIM Tak Masuk Akal, Kontroversi Muncul
Di ranah teater, TIM menyaksikan pertunjukan perdana Teater Koma di akhir 1980-an ataupun pertunjukan teater garda depan Teater SAE di akhir 1980-an, awal 1990-an.
Karya-karya eksperimental seperti ini mengundang kontroversi di wilayah publik, melalui perdebatan kritis di media massa maupun ruang publik lainnya.
Selain itu, TIM juga menjadi panggung bagi seniman dunia ternama seperti koreografer modern asal Amerika Serikat seperti Martha Graham (tampil 1974) atau Alwin Nikolais (1979); koreografer Jerman Pina Bausch (tampil 1974) dan pertunjukan kelompok butoh pertama di Indonesia, Byakkosha (1981).
Baca Juga:
Mengaku Diintimidasi, Butet Kartaredjasa Dipolisikan
Pertunjukan-pertunjukan ini menjadi bahan diskusi bagi para seniman, tidak jarang mewujud menjadi polemik dalam lingkup nasional.
Karya seniman-seniman daerah terbaik pun berpentas di TIM.
Para seniman yang berkarya pada tahun-tahun awal berdirinya TIM, akhirnya menjadi pengajar pada Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ), yang kampusnya ada di belakang kompleks teater TIM.