Pria yang akrab disapa Guslam itu menyebut rumah yang ditempati Kushayatun telah dihuni secara turun-temurun sejak tahun 1887.
Permasalahan baru muncul pada tahun 2004 ketika tiba-tiba terbit sertifikat tanah atas nama pihak lain, yang kemudian kembali berpindah tangan.
Baca Juga:
Masyarakat Dusun II di Distrik Prafi Minta Bantuan Hukum dari LP3BH Manokwari Terkait Status Tanah
"Tiba-tiba tahun 2004 ada orang yang mengaku memiliki sertifikat tanah. Oleh si orang tersebut di tahun 2020 dijual ke orang Banyumas. Di tahun 2024 orang Banyumas itu melayangkan beberapa somasi ke nenek Kushayatun akhirnya terjadi pembongkaran," kata Guslam.
Ia menambahkan bahwa Kushayatun dan keluarganya tidak pernah merasa melakukan transaksi jual beli tanah atau bangunan tersebut.
"Klien kami tidak pernah menjual, menghibahkan atau memindahtangankan tanah itu. Tapi tiba-tiba ada sertifikat dan langsung diikuti somasi hingga pembongkaran," tegas Guslam.
Baca Juga:
Mediasi Akhiri Konflik Tanah di Rokan Hilir, Kedua Pihak Sepakat Damai
Atas kejadian tersebut, LBH FERARI Tegal melaporkan dugaan pelanggaran kode etik aparatur sipil negara kepada Wali Kota Tegal sebagai pembina ASN.
Langkah ini diambil karena terdapat oknum pejabat pemerintah yang hadir di lokasi saat pembongkaran dilakukan.
"Dan wali kota telah memerintahkan inspektorat memeriksa teradu oknum ASN yang berada di lapangan ketika pembokaran dilakukan," kata Guslam.