“Green house ini memang lahan millenial farming. Yang membangun dan merawatnya anak-anak muda di bawah 30 tahun, dan sudah menggunakan teknologi. Jadi, tidak perlu malu lagi bertani untuk kemajuan bangsa,” katanya.
Alvin menambahkan, penggunaan teknologi ini diterapkan untuk menjaga konsistensi melon agar mempunyai rasa yang sama. Jumlah daun dari satu tanaman ini pun harus diperhatikan. Sehingga rasa manis yang didapatkan tetap sama.
Baca Juga:
Terduga Teroris di Tiga Lokasi Ditangkap Densus di Jateng
“Satu buah harus mempunyai 30 daun. Kalau lebih atau kurang rasanya akan berbeda,” imbuhnya.
Ada dua jenis melon hasil dari metode hidroponiknya. Yakni, melon hamigua yang memiliki rasa manis serta bertekstur crunchy, dan melon honey white yang menjadi andalannya.
Melon ini mempunyai warna kulit yang putih dan bertekstur lebih empuk. Harganya pun bervariasi mulai Rp 35 ribu-40 ribu per kg. Sementara satu melon biasanya memiliki berat Rp 1,5 kilogram.
Baca Juga:
Kemensos Lakukan Pendampingan Menyeluruh Kasus Rudapaksa di Demak Jateng
“Rasanya manis, dengan standar kadar gula sebesar 16, kualitas secara kesluruhan sudah statistik semua, karena terintegrasi sistem. Jadi, rasanya pasti sama,” akunya.
Di lahan 1,7 hektare ini ada empat rumah tanam. Satu rumah tanam berkapasitas 6 ribu tanaman melon. Totalnya ia bisa menanam 24 ribu buah melon. Ia menambahkan, waktu tanam buah melon selama 60 hari. Sementara dalam satu kali panen, Arvin bisa menghasilkan enam hingga tujuh ton buah melon setiap 16 hari sekali.
“Waktu panen setiap delapan hari sekali. Selain di sini ada juga yang di Kudus. Panen kita bergantian,” katanya.