Selain pengeluaran untuk makanan, keluarga miskin juga tercatat mengeluarkan biaya cukup besar untuk kebutuhan non-makanan seperti tempat tinggal, bahan bakar, listrik, perlengkapan mandi, hingga biaya pendidikan.
Di kawasan perkotaan, kebutuhan tempat tinggal menghabiskan 9,11 persen pengeluaran, bensin 3,06 persen, listrik 2,58 persen, dan pendidikan 2,07 persen.
Baca Juga:
Pesantren Diakui Jadi Kunci Pemberdayaan Desa, Cak Imin: Peran Mereka Sangat Vital
Sementara di perdesaan, belanja perumahan mencapai 8,99 persen, bensin 3,03 persen, dan listrik 1,52 persen.
Garis kemiskinan Indonesia pada Maret 2025 ditetapkan sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan, meningkat 2,34 persen dibandingkan data pada September 2024.
BPS menggunakan 52 jenis komoditas untuk menghitung garis kemiskinan makanan, sementara garis kemiskinan non-makanan mencakup 51 komoditas untuk kawasan perkotaan dan 47 komoditas untuk wilayah perdesaan.
Baca Juga:
Prabowo Tegaskan Komitmen Hilangkan Kemiskinan Jauh Sebelum Indonesia Emas
Makanan menyumbang porsi terbesar dalam garis kemiskinan, yakni 73,67 persen di perkotaan dan 76,07 persen di perdesaan.
Di antara kebutuhan pangan, beras mendominasi pengeluaran dengan kontribusi 21,06 persen di kota dan 24,91 persen di desa.
Rokok kretek filter menyusul dengan 10,72 persen di kota dan 9,99 persen di desa, disusul telur dan daging ayam ras, serta komoditas lain seperti mie instan, gula pasir, kopi bubuk, roti, kue basah, bawang merah, hingga cabai rawit.