"Saat ini, permintaan dari buyer AS sudah mulai melemah," kata Sobur.
Beberapa pabrik skala kecil dan menengah mulai melakukan efisiensi dengan mengurangi jam kerja bahkan merumahkan sebagian tenaga kerja.
Baca Juga:
AS Tekan 14 Negara Lewat Surat Tarif: Trump Minta Kesepakatan Sebelum 1 Agustus
Situasi ini berpotensi berkembang menjadi gelombang PHK massal jika tidak ditangani dengan serius.
Meskipun begitu, pelaku industri tidak tinggal diam. HIMKI bersama para anggotanya tengah mendorong berbagai strategi mitigasi, termasuk diplomasi perdagangan dan langkah diversifikasi produk ke segmen yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dan tidak terlalu sensitif terhadap tarif, seperti produk custom, barang mewah, dan furnitur berbahan baku berkelanjutan.
"Kami juga mendorong kebijakan insentif di dalam negeri, seperti keringanan pajak, pembiayaan murah, dan stimulus pembelian dalam negeri untuk menjaga produksi tetap berputar," ucap Sobur.
Baca Juga:
Trump Ancam Terapkan Tarif 200 Persen untuk Obat Impor, Produsen Tertekan
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Indonesia mendapat penundaan penerapan tarif dari AS selama tiga minggu setelah negosiasi dengan US Secretariat of Commerce Howard Lutnik dan US Trade Representative Jamieson Greer. Pertemuan itu berlangsung pada 9 Juli 2025.
"Jadi pertama tambahan 10% (anggota BRICS) itu tidak ada. Yang kedua waktunya adalah kita sebut pause, jadi penundaan penerapan untuk menyelesaikan perundingan yang sudah ada," jelas Airlangga saat berada di Brussels, Belgia.
Airlangga mengatakan bahwa dalam masa tenggat tiga minggu tersebut, pemerintah Indonesia akan memfinalisasi berbagai proposal yang telah dipertukarkan dalam negosiasi.