WahanaNews.co | Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memasuki usia satu dekade. Selama perjalanan pelaksanaannya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai masih terdapat disparitas atau perbedaan layanan rumah sakit, antara peserta dan nonpeserta.
Pasien mandiri cenderung memperoleh fasilitas layanan istimewa, sedangkan peserta JKN dinomorduakan.
Baca Juga:
Bupati Mukomuko Ajukan Anggaran Rp11 Miliar untuk Iuran JKN Warga Daerah
Artinya, ada semacam disparitas pelayanan, antara peserta JKN dan non JKN.
"Ini PR pak Dirut untuk menghilangkan hal itu," ujar Ketua YLKI Tulus Abadi dalam acara Outlook 2023 diskusi publik 10 tahun program JKN, Senin (30/1/2023).
Menurut Tulus, kejadian seperti itu masih sering terjadi. Karenanya, di masa mendatang perlu ada standarisasi pelayanan baik pasien yang menggunakan BPJS maupun yang membayar langsung dengan uang pribadi.
Baca Juga:
BPJS Kesehatan Jayapura Pastikan Semua Pemeriksaan Kesehatan Jiwa Bisa Diakses Peserta JKN
“Misalnya saja ya, kalau pasien komersial, dipanggilnya yang terhormat Bapak Bambang, kalau JKN langsung di panggil pak Bambang, itu gambaran kecilnya, banyak diskriminatif yang harus dihilangkan dan dilapangan masih terasa,” paparnya.
Selain itu, kondisi faktualnya, masalah infrastruktur kesehatan di Indonesia belum tersebar secara merata, terutama untuk tindakan medis besar yang alat kesehatan masih terbatas.
“Ketersediaan alat kesehatan masih terbatas karena harganya yang masih mahal. Soalnya, alat kesehatan saat ini masih dikenakan pajak barang mewah dari Negara," sebutnya.