Menurutnya, pola-pola ini menunjukkan kurangnya fleksibilitas dalam penggunaan kuota dan minimnya transparansi informasi kepada konsumen.
Dalam banyak kasus, konsumen tidak diberi penjelasan yang memadai mengenai masa berlaku kuota atau konsekuensi apabila tidak digunakan.
Baca Juga:
BPKN Terima 1.733 Aduan di 2024, Kerugian Konsumen yang Dipulihkan Capai Rp 44 Miliar
“Praktik seperti ini jelas melanggar prinsip-prinsip perlindungan konsumen dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, terutama hak atas kenyamanan, keamanan, serta informasi yang benar dan jujur dalam menggunakan barang dan jasa,” tegasnya.
Untuk itu, BPKN mendorong dilakukannya dialog terbuka antara pemerintah, regulator, operator seluler, dan asosiasi konsumen untuk menciptakan sistem layanan data yang lebih adil dan transparan.
BPKN juga berkomitmen menyampaikan aspirasi konsumen melalui forum-forum kebijakan dan memberikan rekomendasi konkret kepada para pemangku kepentingan.
Baca Juga:
BPKN RI Terima 1.733 Pengaduan Konsumen di 2024, Naik 200 Persen
Mufti menyampaikan lima rekomendasi penting yang ditujukan kepada pemerintah dan operator seluler:
1. Mengatur ketentuan masa berlaku dan mekanisme rollover kuota secara tegas dan jelas, agar konsumen memiliki kepastian hukum dan mendapatkan perlakuan yang adil.
2. Mewajibkan operator menyediakan informasi yang transparan dan mudah dipahami mengenai penggunaan kuota serta dampaknya apabila tidak digunakan.