“Karena Indonesia bukan anggota NATO, barangkali kita tak akan kena sanksi. Tetapi pasti Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya akan terganggu, tidak berkenan, dan ini bisa menimbulkan gangguan dalam hubungan luar negeri kita,” katanya.
“Ruwetnya persoalan itu ke depan akan lebih jelas manakala mempertimbangkan posisi Indonesia yang saat ini menjadi presidensi dalam G-20, yang di dalamnya negara-negara maju dari belahan Barat begitu dominan,“ sambungnya.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Salurkan Bantuan ke 7 Posko Erupsi Gunung Lewotobi
Fahmy lebih melihat rencana pembelian tersebut kurang dipikirkan secara matang dan komprehensif. Lebih jauh, bila rencana itu dijalankan, ia yakin akan mengundang banyak turunan masalah.
“Bisa jadi blunder,” kata dia.
Saat ditanya apakah bila pembelian tersebut terealisasi maka hal itu berarti sokongan Indonesia untuk terus berlangsungnya invasi Rusia di Ukraina, Fahmy menjawab diplomatis.
Baca Juga:
Pertamina Manfaatkan Potensi Alam untuk Serap Karbon Lewat Dua Inisiatif Terintegrasi
Menurutnya, hal itu bisa memungkinkan orang menyebut Indonesia berkontribusi dalam memperpanjang invasi yang menimbulkan banyak penderitaan bagi rakyat Ukraina.
“Bisa dikatakan begitu, manakala dana pembelian yang diterima Rusia itu mereka gunakan untuk berperang di Ukraina,” kata Fahmy. [gun]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.