WahanaNews.co | Menteri Sosial Tri Rismaharini mengakui hingga saat ini masih ada saja kesalahan data atau salah sasaran dalam penyaluran bantuan sosial atau bansos.
Risma merespons adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut penyaluran bansos kepada 10.249 keluarga penerima manfaat (KPM) tidak tepat sasaran.
Baca Juga:
Dinsos Kotim Hentikan Sementara Penyaluran Bansos Hingga Pilkada 2024 Usai
Menurut Risma, berdasarkan data, ada juga penerima bantuan sosial yang memiliki jabatan tinggi di perusahaan.Tapi untuk penerima bansos ini, Risma mengatakan, hasil temuan di lapangan, pejabat perusahaan itu secara faktual memang miskin, dan karena itulah mendapat bantuan sosial.
"Tercatat penerima bansos itu adalah direksi atau pejabat perusahaan itu. Padahal kalau dicek orangnya miskin, ada yang cleaning service, ada yang buruh. Mereka tercatat sebagai pengurus atau pejabat di perusahaan itu, nah tapi realitasnya mereka miskin," kata Risma, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, dikutip Minggu (15/1).
BPK mencatat sejumlah keluarga penerima manfaat bantuan sosial merupakan direksi atau pejabat di sejumlah perusahaan. Temuan itu mereka dapat dari Sistem Administrasi Direktorat Jenderal Administrasi Umum Kementerian Hukum dan HAM 2022.
Baca Juga:
Pemprov DKI Jakarta Tunda Penyaluran Bansos Hingga Pilkada Serentak 2024 Selesai
Risma mengatakan ia langsung menindaklanjuti temuan tersebut dengan menemui Menkumham Yasonna Laoly. Dari pertemuan itu, pihaknya akhirnya membekukan data dimaksud dan mengeluarkannya dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) karena dianggap tidak sinkron.
"Sudah saya sampaikan kemarin, keputusan kita, harus kita berikan syok terapi. Kita akan cut dan mereka nanti menyampaikan 'wong saya miskin'. Silakan nanti komplain ke kita, kita akan evaluasi," katanya.
Dia juga menyampaikan bahwa pihaknya telah membicarakan permasalahan tersebut dengan aparat penegak hukum dan perguruan tinggi mengenai solusi tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengatakan bahwa basis pemadanan data KPM bansos adalah NIK (Nomor Induk Kependudukan).
Terkait 10.249 KPM bansos yang tidak tepat sasaran, Pahala menjelaskan bahwa sejumlah perusahaan meminjam KTP warga.
"Nah, waktu ke AHU itu kan pendaftaran perusahaan rupanya pinjam KTP segala macam. Di tempat kerja ini orang ternyata hanya orang yang bukan menjalankan perusahaan," ujar Pahala, melansir dari CNN Indonesia.
Berangkat dari itu, Pahala pun meminta Kemenkumham memperbaiki data di dalam sistem AHU. Pasalnya, menurutnya, banyak program bansos menggunakan NIK dengan nama-nama di sistem AHU yang belum terverifikasi.
"Menurut kami kan ke AHU minta diperbaiki," imbuhnya. [rna]