WahanaNews.co | PHK atau Pemutusan Hubungan Kerja bisa ditangani dengan strategi mengurangi cost perusahaan. Salah satunya membatasi shift kerja hingga merumahkan karyawan.
Namun demikian, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menegaskan bahwa gaji dibayarkan perusahaan kepada pekerja tidak boleh dikurangi dan bukan malah menerapkan sistem no work no pay seperti yang diusulkan Menko PMK dan Pengusaha yang dianggap sebagai solusi dalam mencegah PHK.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
"Untuk mengindari PHK ada langkah-langkah yang sudah disarankan oleh Menaker (Menteri Ketenagakerjaan) untuk diambil perusahaan, misalnya mengurangi jam kerja dari 2 shift menjadi 1 shift, tetapi upah buruh tidak boleh dikurangi," kata Said Iqbal kepada MNC Portal, Senin (5/12/2022).
Selain itu, merumahkan karyawan juga bisa menurunkan cost perusahaan, terutama dalam hal belanja energi perusahaan yang juga menjadi pengeluaran besar sebuah perusahaan.
"Kemudian dirumahkan, dan buruh yang dirumahkan juga tidak boleh dipotong upahnya, dan terakhir baru melakukan pembicaraan untuk mengatur jam kerja, Target produksi, dan tetap tidak boleh memotong upah," sambungnya.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Said Iqbal menilai No Work No Pay bukan menjadi solusi baik untuk para buruh. Mengingat keniakannya upah yang ditetapkan pemerintah untuk tahun depan pun belum bisa membantu banyak buruh untuk menjaga daya belinya.
Menurutnya, kebijakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Indonesia maupun UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law).
"Oleh karena itu Partai Buruh dan KSPI menolak keras, usulan Menko PMK (tentang No Work No Pay) yang tidak memahami masalah perburuhan di Indonesia," kata Said Iqbal.