WahanaNews.co | Amerika Serikat masih skeptis dan tidak percaya terkait Rusia yang menarik mundur pasukannya dari perbatasan Ukraina.
Potensi perang Rusia versus kubu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mendadak mereda.
Baca Juga:
Serang Markas Militer Rusia, Pejabat Ukraina: Kami Hanya Membela Diri
16 Februari 2022 sudah berlalu. Tanggal itulah, menurut prediksi intelijen, hari peperangan Rusia versus Ukraina (dibela NATO dan tentu saja AS).
Tak ada perang Eropa sebagaimana yang dikhawatirkan banyak orang. Rusia justru mengolok-olok informasi intelijen Barat yang meleset itu.
"Saya ingin bertanya apakah sumber informasi keliru dari AS (Amerika Serikat-red) dan Inggris, bisa mempublikasikan jadwal invasi kami yang akan datang untuk tahun ini. Saya ingin merencanakan liburan saya," sindir juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, via media sosial.
Baca Juga:
Rusia Tambah Pasukan, Kemenhan Ukraina: Kami Mulai Terdesak di Mariupol
Juru Bicara Kremlin (Kantor Kepresidenan Rusia), Dmitry Peskov juga melontarkan cemooh ke Barat.
"Malam berlalu seperti biasa. Kami tidur dengan nyenyak. Di pagi hari kami memulai hari dengan tenang dan profesional," ujar Peskov.
17 Februari kemarin, Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan penarikan mundur pasukannya dari tapal batas negaranya dengan Ukraina.
100 Ribu tentara Negeri Beruang Merah yang semula dikhawatirkan AS bakal menginvasi Ukraina, ternyata balik kanan.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, sangsi dengan penarikan pasukan Rusia dari tapal batas.
Mantan komedian itu berpendapat itu cuma rotasi pasukan, bukan penarikan pasukan. Jadi, kewaspadaan tetap harus dipasang.
Kepala NATO Jens Stoltenberg juga tidak menganggap ancaman Rusia ke Ukraina sudah berkurang.
AS Tak Percaya
Di seberang Samudera Atlantik, Presiden AS Joe Biden memperingatkan bahwa ancaman invasi Rusia ke Ukraina masih sangat tinggi.
Dia menyatakan Rusia belum memindahkan pasukan dari perbatasan Ukraina, meski sebelumnya sudah dikabarkan ada penarikan pasukan Rusia.
"Perasaan saya adalah ini akan terjadi dalam beberapa hari ke depan," kata Biden, dilansir Reuters.
Dia juga menjelaskan bahwa AS memiliki alasan untuk meyakini Rusia terlibat dalam operasi false flag, semacam operasi kambing hitam, yang akan digunakan untuk membenarkan invasi ke Ukraina.
Namun Biden kembali menegaskan bahwa solusi diplomatik masih dimungkinkan.
Itulah sebabnya dia meminta Menteri Luar Negeri (Menlu) Antony Blinken memberikan pernyataan dalam rapat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada Kamis (17/2) waktu setempat.
"Dia akan menjelaskan jalur apa itu. Ada cara untuk melalui ini," ucap Joe Biden.
Rusia baru saja mengumumkan pengusiran diplomat nomor dua AS di Moskow, Bart Gorman, yang menjabat Wakil Kepala Misi AS di Rusia.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS memperingatkan bahwa AS akan merespons langkah Rusia yang disebut 'tidak beralasan' itu.
Adapun situasi di Ukraina sendiri, pasukan Ukraina dan pemberontak pro-Rusia masih saling gempur dua hari berturut-turut.
AS curiga, ini juga didalangi Rusia supaya Rusia punya alasan menginvasi Ukraina.
Kabar dari Rusia dan Eropa
Rusia menarik lebih banyak pasukan, termasuk tank dan kendaraan lapis baja lainnya, dari perbatasan Ukraina. Pasukan balik lagi ke Nizhny Novgorod.
Dilansir AFP, Jumat (18/2/2022), Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan 10 unit pesawat perang jenis Su-24 dikerahkan kembali dari Semenanjung Krimea.
Jadi, yang selama ini dilakukan pasukan Russia di wilayah pojok negaranya sendiri adalah latihan perang, bukan mau perang betulan. Namun tentu saja AS tidak mudah percaya.
Di Barat, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menilai latihan perang semacam yang dilakukan Rusia itu bukan situasi wajar.
Soalnya, itu tidak pernah dilakukan Rusia sebelumnya.
"Belum pernah terjadi sebelumnya, pengerahan pasukan di perbatasan dengan tuntutan Ukraina dan Perang Dingin, Rusia menantang prinsip tatanan perdamaian di Eropa," kata Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock dalam pernyataannya, dilansir Deutsche Welle (DW).
Puluhan pemimpin dunia dan diplomat teratas berada di selatan Jerman, kota München sejak Jumat (18/02).
Selama tiga hari ke depan, Konferensi Keamanan tahunan akan membicarakan tentang pertahanan dan keamanan Ukraina.
Pertemuan terjadi ketika ada kekhawatiran Barat bahwa Rusia siap untuk menyerang Ukraina, yang menyebabkan ketegangan dengan Moskow semakin meningkat setelah perang dingin.
Sejumlah pemimpin negara yang hadir di München, yakni Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Sekjen PBB Antonio Guterres, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, pimpinan NATO Jens Stoltenberg, dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Sementara itu, Rusia menolak untuk menghadiri pertemuan tersebut. [rin]