WahanaNews.co | Posisi China dan India akan banyak disorot di sidang-sidang PBB.
Kedua adidaya atom ini berusaha mencari posisi aman, tanpa mengorbankan hubungan ekonomi dan perdagangannya dengan Rusia.
Baca Juga:
RI-AS Kecam Kekerasan Terhadap Warga Sipil yang Berlanjut di Myanmar
Beijing hari Senin (28/2/2022) menyerukan de-eskalasi dalam krisis Ukraina ketika Rusia dan Ukraina bersiap melakukan pembicaraan pertama mereka sejak invasi Moskow ke Ukraina.
China selama ini melakukan langkah diplomatik yang hati-hati untuk menyeimbangkan garis kebijakan luar negeri --bahwa kedaulatan suatu negara adalah sakral dan tidak dicampuri pihak luar-- dengan sambil tetap mendukung Moskow sebagai salah satu sekutu dekat.
China berulang kali menolak untuk mengutuk tindakan Vladimir Putin atau menggunakan istilah "invasi", yang ditolak oleh Rusia.
Baca Juga:
Ketua BPK RI terpilih sebagai Ketua Panel Auditor Eksternal PBB
Hari Jumat (25/2/2022) lalu, China memilih untuk abstain di Dewan Keamanan PBB saat AS mengajukan rancangani resolusi yang akan mengutuk tindakan Rusia di Ukraina.
Presiden China, Xi Jinping, mengatakan kepada Putin dalam panggilan telepon pekan lalu bahwa dia berharap krisis ini dapat diselesaikan dengan "mekanisme keamanan Eropa yang seimbang, efektif dan berkelanjutan melalui negosiasi."
China Desak AS Kembali ke "Dialog dan Kerjasama"
Di lain pihak, Kedutaan Besar China di Kiev pada hari Minggu (27/2/2022) memperingatkan warganya untuk tidak "memprovokasi" penduduk setempat dan menahan diri untuk tidak mengungkapkan kewarganegaraan mereka.
China sebelumnya memberitahu warganya untuk meninggalkan Kiev dan menempelkan bendera China di kendaraan mereka.
Hari Senin (28/2/2022), Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, meminta AS untuk mengambil langkah-langkah guna meningkatkan hubungan.
Pernyataan itu disampaikan secara virtual di sebuah forum yang menandai peringatan 50 tahun Komunike Shanghai, yang ditandatangani selama kunjungan Presiden AS, Richard Nixon, tahun 1972 ke China.
Wang Yi mendesak Washington untuk "mengembalikan kebijakan China yang masuk akal dan pragmatis” dan bekerja dengan China untuk "menempatkan hubungan kedua negara pada jalurnya”.
Kedua belah pihak perlu melihat hubungan mereka "dalam perspektif yang lebih luas, dengan sikap yang lebih inklusif, dan memilih dialog kerja sama daripada konfrontasi,” kata Wang Yi.
India akan Mengevakuasi Warganya dari Ukraina
Perdana Menteri India, Narendra Modi, hari Senin (28/2/2022) bertemu dengan para pejabat senior untuk membahas upaya evakuasi warganya, di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang keselamatan sekitar 16.000 warga India yang masih berada di Ukraina, kebanyakan dari mereka adalah pelajar.
India berencana mengirim empat menteri senior ke negara-negara perbatasan Ukraina, kata sumber pemerintah, Senin (28/2/2022).
Sementara para pemimpin oposisi dan orang tua siswa mendesak PM Narendra Modi mengambil tindakan segera untuk mengevakuasi siswa yang berada di Ukraina.
Sidang Umum Istimewa PBB hari Senin diagendakan, setelah Dewan Keamanan hari Jumat (25/2/2022) gagal mencapai kesepakatan untuk resolusi menghentikan perang di Ukraina yang diajukan AS.
Rancangan resolusi itu disetujui 11 anggota Dewan Keamanan, tapi ditolak oleh Rusia.
India, Cina dan Uni Emirat Arab memberi suara abstain.
AS kemudian menuntut penyelenggaraan Sidang Umum Istimewa PBB.
Untuk penyelenggaraan sidang istimewa, hanya dibutuhkan dukungan 9 dari seluruhnya 15 anggota Dewan Keamanan.
Berbeda dengan di Dewan Keamanan, dalam Sidang Umum PBB seluruh 193 anggota memiliki suara dam hak berbicara.
Tapi keputusan Sidang Umum PBB tidak bersifat mengikat. [gun]