"Atas dasar kemanusiaan, kami memberi mereka perlindungan di tempat tinggal kami, area parkir, toko (dan) lantai dasar museum," surat itu menjelaskan.
Saat ini, diperkirakan sepertiga dari Pakistan terendam air setelah hujan monsun dikombinasikan dengan air dari gletser yang mencair.
Baca Juga:
Stonehenge Cangkringan, Duplikasi Peninggalan Neolotikum Inggris di Jogja
Bangunan Moenjodaro diketahui ditemukan pada 1920-an di atas sebuah tanah yang rentan terhadap kerusakan lingkungan.
Gambar yang disertakan dalam surat dari penjaga situs menunjukkan dinding bata yang runtuh dan lapisan lumpur menutupi situs.
Surat tersebut menjelaskan beberapa tindakan segera yang telah diambil oleh tim lokasi untuk mengurangi kerusakan akibat banjir, seperti membawa pompa air, memperbaiki tembok bata, dan membersihkan saluran air.
Baca Juga:
Mengunjungi Danau Biru Talawi Sumbar, Danau Indah Ibarat Oasis di Padang Pasir
Abbasi dan Sangah mengakhiri surat mereka dengan meminta 100 juta rupee Pakistan atau sekitar Rp 668, 25 miliar untuk menutupi biaya perbaikan.
Situasi itu sangat disayangkan sebab para ahli konservasi Moenjodaro telah mengetahui sejak lama bahwa banjir dapat menimbulkan risiko serius bagi situs tersebut.
Banjir yang merusak situs itu padahal telah diingatkan sebelumnya.