Negara-negara ini tampaknya adalah mitra yang lebih ideal untuk Beijing karena kesepakatan yang dibuat dengan negara tersebut cenderung kurang mendapat pengawasan dan pertanyaan.
Menantang tatanan yang dipimpin AS
Baca Juga:
Prabowo Kunjungi Monumen Pahlawan Rakyat di Beijing
Dengan langkahnya baru-baru ini, Cina mengisyaratkan bahwa mereka memandang tatanan internasional yang dipimpin AS tidak lagi sah, demikian menurut Sari Arho Havren, peneliti tamu di Universitas Helsinki, Finlandia.
"Elit Partai Komunis Cina percaya bahwa mereka menawarkan bentuk pemerintahan yang unggul dengan stabilitas dan pembangunan ekonomi, dan baru-baru ini dengan bantuan penanganan COVID-19," ujarnya kepada DW.
"Perkembangan langkah Cina dan tantangannya terhadap Amerika Serikat sebagai negara paling kuat di dunia dapat terasa utamanya di belahan bumi bagian selatan. Karena tidak menerima tatanan internasional saat ini, Cina menantangnya di tempat yang tidak terlalu merugikan dirinya sendiri," tambah Havren.
Baca Juga:
Bertemu Zhao Leji, Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Pererat Hubungan Indonesia-Tiongkok
Bulan lalu dalam acara tahunan Boao Asia Forum, Presiden Cina Xi Jinping mengusulkan "inisiatif keamanan global" yang akan menjunjung prinsip "keamanan tak terpisahkan". Menurutnya, dunia harus menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua negara, sambil memperhatikan masalah keamanan yang valid bagi semua.
"Kita harus menjunjung tinggi prinsip keamanan tak terpisahkan, membangun arsitektur keamanan yang seimbang, efektif dan berkelanjutan, dan menentang pembangunan keamanan nasional atas dasar ketidakamanan di negara lain," kata Presiden Xi.
Rincian dari inisiatif yang diungkapkan oleh Xi Jinping masih belum jelas. Namun, Ivana Karaskova, pendiri dan pemimpin MapInfluenceEU, sebuah proyek yang memetakan pengaruh Cina dan Rusia di wilayah Eropa Tengah dan Timur, mengatakan bahwa inisiatif tersebut menargetkan negara-negara berkembang.