Dua pekan lalu, Taliban mengganti rektor Universitas Kabul. Ghairat (34), pejabat baru yang ditunjuk, pernah menyebut sekolah-sekolah di negaranya sebagai “pusat prostitusi”.
“Tidak ada harapan, seluruh sistem pendidikan tinggi runtuh,” kata Hamid Obaidi, mantan juru bicara Kementerian Pendidikan Tinggi yang juga dosen Fakultas Jurnalisme Universitas Kabul.
Baca Juga:
Ledakan di Masjid Afghanistan Telan 3 Korban Jiwa
“Segalanya dirusak.”
Puluhan ribu mahasiswa universitas negeri diam di rumah karena kampus mereka ditutup. Universitas Amerika Afghanistan yang merupakan investasi AS senilai USD 100 juta telah dilarang sepenuhnya dan diambil alih Taliban.
Para profesor dan doses dari seluruh negeri, banyak yang lulusan luar negeri, mundur dari jabatannya untuk mengantisipasi regulasi ketat Taliban.
Baca Juga:
Ledakan di Masjid Kabul Telan Korban Jiwa
Pemerintahan Taliban kemudian menunjuk para tokoh agama, yang memiliki minim pengalaman dalam bidang pendidikan, memimpin lembaga-lembaga tersebut.
Sebagai aksi perlawanan simbolik, serikat guru Afghanistan mengirim surat pekan lalu kepada pemerintah menuntut pembatalan penunjukan Ghairat. Di media sosial, Ghairat juga menuai kritik karena minim pengalaman akademis.
Dihubungi New York Times, kawan-kawan yang pernah sekelas dengan Ghairat menyebutnya mahasiswa yang tersisih karena pandangan ekstremisnya yang mempermasalahkan teman sekelas dan dosen perempuan.