"Eropa jelas perlu mengurangi ketergantungannya pada Rusia sehubungan dengan energi," kata Yellen kepada wartawan di Washington pada Kamis, dilansir The New York Times.
"Jadi memang kita harus berhati-hati saat memikirkan larangan (ekspor) Eropa sepenuhnya."
Baca Juga:
Prabowo Terima Kunjungan Wakil PM Australia Richard Marles di Kertanegara
Embargo migas Rusia dipastikan jadi "senjata makan tuan" ke Eropa. Lalu apa ada solusi?
UE, yang telah mengurangi ketergantungannya pada batu bara dan memilih menggunakan gas alam untuk mengurangi potensi bencana perubahan iklim, memang menghadapi dilema sejak awal sanksi ekonomi yang menargetkan migas Rusia diumumkan.
Energi terbarukan, seperti matahari dan angin sebenarnya diharapkan dapat mengganti peran batu bara. Tetapi saat ini bauran energi tersebut masih tidak cukup.
Baca Juga:
Prabowo dan PM Albanese Sepakati Penguatan Kemitraan Strategis Komprehensif Indonesia–Australia
Hal ini mengakibatkan peningkatan penggunaan gas alam di Eropa. Secara keseluruhan, UE mendapat sekitar 40% dari impor gas alamnya dari Rusia.
Jerman, importir terbesar blok itu, mengandalkan Rusia untuk lebih dari dua pertiga gas alamnya pada tahun 2020. Italia, pembeli terbesar kedua blok itu, menerima hampir setengah dari impornya dari Rusia.
Untuk jangka pendek, egara-negara Eropa pun telah mencari cara untuk meningkatkan penggunaan sumber-sumber alternatif. Salah satunya adalah gas alam cair.