Bundesbank pun menyebut dampak ekonomi Jerman dari penghentian pembelian minyak, gas, dan batu bara Rusia dapat menelan biaya 180 miliar euro (US$ 195 miliar). Ini setara dengan Rp 2.798 triliun (asumsi kurs Rp 14.350/US$).
Bank sentral Jerman itu mengatakan prediksi tersebut memiliki ketidakpastian yang cukup tinggi, mengingat kondisi krisis yang tidak mudah ditakar terkait invasi Rusia ke Ukraina.
Baca Juga:
Australia Mau Larang Anak di Bawah 16 Tahun Main Medsos, Ini Alasannya
Tetapi model ekonominya menunjukkan bahwa penghentian gas alam Rusia, yang sebelum perang menyumbang 55% dari pasokan Jerman, akan menyebabkan produk domestik bruto (PDB) tahun ini menyusut 2%.
"Bukannya tumbuh 3% seperti yang diprediksi sebelumnya," ujar The Deutsche Bundesbank dalam laporannya, dikutip Senin.
Bundesbank juga memperingatkan bahwa kebutuhan untuk menemukan sumber energi pengganti akan mendorong laju inflasi. Kenaikan harga akan bertambah lebih dari 1,5% secara persentase poin untuk indeks harga konsumen (IHK) tahun ini dan lebih dari 2% untuk tahun depan.
Baca Juga:
Program CSR Akar Basah PEP Tarakan Field Dapat Perhatian APOGCE 2024
Bukan hanya Jerman yang "teriak". Eropa pun demikian.
Minggu lalu, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) juga turut memperingatkan bahwa perang di Ukraina akan menyeret turun ekonomi zona euro. IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi menjadi 2,8% dari diprediksi pada Januari sebesar 3,9%.
Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet L. Yellen juga menilai bahwa larangan impor gas Rusia dapat memiliki efek "berlawanan" dan merugikan benua itu lebih parah dari Rusia. Terutama karena harga bahan bakar global meroket.