WahanaNews.co | Menurut pengacara hak asasi manusia Thailand, hanya ada sejumlah kecil penuntutan
soal Lese Majeste (hukum Thailand yang melindungi Monarki) sebelum 2014. Itu terjadi ketika Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, mengambil alih
kekuasaan melalui kudeta.
Hukum Lese Majeste Thailand melarang
penghinaan terhadap monarki. Hukum ini pun dibilang hukuman yang paling ketat
di dunia.
Baca Juga:
Penyeludupan 29,25 kg Sabu-sabu di Aceh Digagalkan BNN
Banyak dari mereka
yang dihukum pada saat itu diampuni oleh Raja Bhumibol. Namun, menurut basis
data hukum oleh pengawas Thailand, iLaw, antara kudeta 2014 dan 2018, setidaknya ada 98
dakwaan Lese Majeste diajukan.
Dilansir laman Aljazirah, kelompok hak asasi manusia
menyebut, banyak dari kasus itu digunakan untuk menganiaya lawan pemerintah militer,
meski tuduhan itu dibantah oleh pemerintah militer. Di antara penuntutan itu adalah salah satunya yang memfitnah anjing
peliharaan almarhum raja.
Dalam kasus Lese Majeste yang terkenal pada 2011,
seorang pria Thailand berusia 61 tahun bernama Ampon Tangnoppakul dijatuhi
hukuman 20 tahun penjara karena diduga mengirim empat pesan teks yang dianggap
menyinggung keluarga kerajaan. Tahun berikutnya, Ampon meninggal karena kanker
hati di penjara. Dia pun masih mengklaim dirinya tidak bersalah atas
semua tuduhan.
Baca Juga:
Lokasi Sempat Terdeteksi, 11 Warga Sukabumi Disekap di Wilayah Konflik Myanmar
Sementara, kasus
penghinaan kerajaan terbaru, diadili pada Maret 2018, menimpa dua pria karena
mencoba membakar foto raja. Pengadilan setempat membatalkan dakwaan penghinaan
kerajaan, tetapi dinyatakan bersalah sebagai bagian dari organisasi kriminal dan
pembakaran.
Menurut UU Lese Majeste, siapa pun dapat mengajukan keluhan terhadap orang lain tanpa menjadi
pihak yang dirugikan. Itu merupakan sebuah ketentuan yang menurut para kritikus
disalahgunakan oleh kaum royalis dan pemerintah saat ini.
Kelompok hak asasi
manusia juga mengatakan, penentang pemerintah baru-baru ini dituntut
berdasarkan undang-undang lain, seperti mereka yang menentang hasutan dan kejahatan
komputer. Tahun lalu, tiga aktivis Thailand di pengasingan yang menghadapi
tuduhan menghina kerajaan menghilang di Vietnam setelah dilaporkan ditangkap di
sana.
Menurut Human Rights Watch, ketiganya dilaporkan
diserahkan oleh Vietnam kepada otoritas Thailand. Namun Pemerintah Thailand
membantah laporan tersebut.
Pada Januari 2019,
jasad dua orang kritikus militer dan keluarga kerajaan yang diasingkan
ditemukan di sepanjang perbatasan Sungai Mekong dengan Laos. Pemerintah
mengatakan tidak menargetkan lawan dan merupakan tanggung jawab polisi untuk
menegakkan hukum.
Menurut laman BBC, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak
Asasi Manusia mengatakan jumlah orang yang diselidiki untuk hukum Lese
Majeste telah meningkat menjadi lebih dari dua kali lipat jumlah
yang diselidiki dalam 12 tahun sebelumnya. Hanya empat persen dari mereka yang
dikenai tuntutan pada tahun 2016 dibebaskan. [qnt]