Sementara itu, Uni Eropa menjadi mediator yang dipilih kedua oleh responden di antara lima kekuatan besar yang diusulkan yaitu AS, Uni Eropa, Jepang, dan China bersama dengan Rusia.
Doyle mengatakan "masalah dengan Uni Eropa adalah mereka semakin terpecah belah, dengan banyak negara di Eropa Tengah dan Timur semakin menjauh dari konsensus internasional yang ada sejak tahun 1980."
"Dalam kelompok inti tersebut, sebagian besar adalah negara-negara Eropa Barat yang mengadopsi posisi yang masuk akal berdasarkan hukum internasional," lanjutnya, "Jadi gagasan Uni Eropa sebagai mediator saat ini tampaknya tidak realistis karena mereka tidak punya kesatuan yang memungkinkan mereka untuk memainkan peran tersebut."
Baca Juga:
Donald Trump Mulai Umumkan Nominasi Anggota Kabinet, Ini Daftarnya
Doyle menekankan Uni Eropa "harus punya keberanian politik untuk bertindak dan mengabaikan tekanan Amerika Serikat dan Israel kepada Uni Eropa, dan sampai saat ini, belum ada cukup kemauan politik yang terlibat."
Model mediasi yang lebih baik, menurut Doyle, adalah "melakukannya melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan melibatkan kekuatan-kekuatan besar, termasuk Amerika Serikat, yang akan menjadi penjamin dari setiap kesepakatan yang dihasilkan dari proses semacam itu."
Beberapa responden survei juga menyalahkan bias Amerika Serikat terhadap Israel atas kegagalan berulang dalam perundingan perdamaian.
Baca Juga:
Prabowo Dukung Solusi Dua Negara untuk Selesaikan Konflik Palestina
Doyle menekankan, "gagasan bahwa Amerika Serikat dapat menjadi satu-satunya perantara dalam kesepakatan perdamaian antara Israel dan Palestina" tidak lagi "masuk akal. Bukan bagi mereka yang berada di luar, tetapi terutama bagi warga Palestina." [eta]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.