WahanaNews.co | Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI terus menyiapkan dan melakukan simulasi evakuasi
warga negara Indonesia (WNI) dari Afghanistan, menyusul situasi yang semakin
buruk usaiTaliban menguasai istana kepresidenan.
"Kondisi terkini
WNI di Afghanistan terus diobservasi dan komunikasi dengan mereka terus
berlangsung. Perencanaan dan simulasi untuk evakuasi terus dilakukan,"
ujar juru bicara Kemenlu,
Teuku Faizasyah, kepada wartawan,
Senin (16/8/2021).
Baca Juga:
Mayoritas Server di Luar Negeri, Kominfo Kesulitan Tindak Judi Online
Faizasyah menerangkan
lebih lanjut bahwa rencana kontijensi disiapkan semua perwakilan RI di luar
negeri berdasarkan peraturan untuk mengantisipasi perkembangan politik yang
dramatis atau suatu bencana.
Saat ditanya kapan
tepatnya evakuasi akan dilakukan, Faizasyah tak menyebutkan lebih rinci.
"Sangat dinamis
perkembangannya. Pada waktunya akan diinfokan kapan pelaksanaannya,"
katanya.
Baca Juga:
Longsor Terjadi di Papua Nugini, Kemenlu Pastikan Tak Ada WNI Jadi Korban
Sebelumnya, Direktur
Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Judha Nugraha, menjelaskan bahwa
saat ini ada enam warga Indonesia di Afghanistan.
Judha menjabarkan bahwa
enam WNI di Afghanistan itu terdiri dari dua WNI yang bekerja di Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), dua ekspatriat, dan dua lainnya menikah dengan warga
Afghanistan.
Taliban berhasil
menduduki Kabul dan Istana Kepresidenan
kemarin, Minggu (16/8/2021).
Presiden Afghanistan,
Ashraf Ghani, pun dilaporkan kabur ke Tajikistan demi menghindari pertumpahan
darah.
Ghani menyatakan bahwa
saat ini, Taliban sudah memenangi seluruh pertempuran dari segi senjata.
Mereka, katanya,
memiliki tanggung jawab untuk melindungi kehormatan, kemakmuran, dan harga diri
rakyat Afghanistan.
Sebelum sampai Kabul,
Taliban telah merebut sejumlah kota strategis di Afghanistan, seperti Herat,
Kandahar, Jalalabad, hingga Mazar-i-Sharif. Beberapa di antaranya direngkuh
tanpa perlawanan.
Setelah merebut Istana
Kepresidenan, Taliban berencana membentuk pemerintahan terbuka.
"Saya berpikir
tentang pemerintah inklusif di Afghanistan. Ini adalah tuntutan dan keinginan
serta demi keamanan seluruh penduduk Afghanistan," ujar juru bicara
Taliban, Sohail Shaheen, dikutip Associated
Press.
Sebelumnya, Taliban
dilaporkan akan mendeklarasikan kembali Emirat Islam Afghanistan, yang runtuh
karena invasi Amerika Serikat pada 2001 lalu.
Namun, rencana itu
disebut ditunda.
Mereka juga meminta
pengalihan kekuasaan secara penuh dan menolak usulan pembentukan pemerintahan
peralihan.
Selain itu, Taliban juga
menjanjikan keamanan bagi pegawai negeri sipil dan aparat yang menyerahkan
diri.
Mereka juga menjamin tak
akan mengganggu penduduk di Kabul dan menjaga harta serta keselamatan mereka. [qnt]